BAGIAN DUA BELAS

24 3 0
                                        

SEMALAMAN aku tidak bisa tidur. Bagaimana bisa tidur kalau pikiranku saja sangat kacau. Dimulai dari kekecewaanku saat berpulang dari rumah Fajar hingga diantar pulang oleh Dirma. Seharusnya Dirma sudah kubuang jauh-jauh. Tapi, entah kenapa ketika aku jauh darinya, hubunganku dengan Fajar tidak membaik. Oh, pertanda buruk! Buruknya, kini kedua mataku menghitam. Aku membuang kaca kecilku kesal dan benda itu terpental menghantam lantai.

PRAK

Sontak aku melotot ketika kaca kecantikanku dipijak oleh kaki seseorang yang kini dengan santainya memasang ekspresi watadosnya.

"Eh, gila!" aku bangkit dan meraih kaca yang bernasib sial. Retak seperti hatiku. Oh tidak! Aku mulai bucin. Biarin.

"Milik lo?" tanya Dirma polos.

Enggan meresponnya, aku hanya memasang ekspresi sedih bercampur kesal luar biasa. Tak kusangka telingaku malah mendengar ledakan tawa menghina yang berasal dari mulut biadab cowok itu.

"Nggak mau tahu gue." ujarnya disela-sela tawa sambil berjalan melewatiku begitu saja. Eh, kurang ajar! Tidak adakah rasa bersalah barang sedikit saja?

Tubuhku refleks ikut berputar mengikuti Dirma yang sekarang sudah duduk santai di bangku. Tanpa menggunakan rasa sopan, kulempar kaca retak tersebut di mejanya. Dia cukup terkejut dan dengan santainya, dia hempaskan benda itu hingga terjatuh lagi di lantai.

Sialan!

"Dirma!"

"Apa? Minta ganti rugi? Jangan minta ke gue, minta aja sana sama Fajar. Yang menginjak kaca lo itu sepatunya dia, gue join sepatu sama dia."

Apakah kalian mendengar ucapan Dirma? Seandainya jika dia sedang berbicara pada kalian, apa yang akan kalian lakukan? Menyobek mulutnya atau memukul wajahnya? Kaca, benda itu sangat berharga bagiku. Ya, karena benda itu pemberian Fajar, sih.

Pokoknya nggak rela!

"Hih! Kan kaki lo yang melakukannya! Kesel banget ah, tengik!" sungutku sebal. Kujatuhkan bokongku diatas kursi dengan keras, meski rasanya keram tapi aku berusaha untuk tidak mengekspresikannya. Karena kutahu, Dirma akan lebih membesarkan tawanya.

"Menurut aja, Zel. Minta ganti sama Fajar. Sekalian bisa berpacaran,"

"Yang salah lo! Pokoknya lo yang harus ganti rugi."

"Berhubung gue nggak sengaja, lebih baik lo maafin gue."

Astaga! Kenapa dia sangat menyebalkan, sih?! Otakku sudah panas dan meronta ingin meledak. Aku marah sekali kepada Dirma. Inilah keseharianku yang selalu bertengkar dengannya meskipun hanya dikarenakan masalah sepele.

"Zella," panggilnya lembut.

Aku bergidik mendengar suaranya. Tanpa merespon panggilannya, aku lebih memilih untuk memainkan ponselku saja. Layar berbentuk persegi panjang itu tiba-tiba menampilkan sebuah foto seorang cowok yang langsung membuatku jantungan.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
FAJAR [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang