SUDAH seminggu sejak pemakaman Kinan. Aku kembali lagi ke masa kelam. Hanya bisu dan tuli yang kulakukan. Tidak mengindahkan semua yang orang lakukan untuk menghiburku.
Aku tak peduli!
Didalam kamar yang sunyi ini, menjadi saksi bisu semua kesedihanku selama bertahun-tahun. Tak ada tempat lain senyaman kamar untuk melampiaskan keluh kesah.
Ya, sejak sepeninggalan Kinan, hidupku terasa hancur lebur. Tidak ada cinta, tidak ada kasih sayang, tidak ada perhatian dariku untuk orang lain.
Aku mati rasa!
TOK! TOK!
Ketukan singkat itu tetap tidak mengalihkan perhatianku. Sampai pintu terbuka benar-benar tidak membuat kepalaku merespon untuk menoleh.
"Ada temen kamu, Zella. Namanya siapa tadi?" tanya Ibuku pada sosok disampingnya.
"Ah, Siska, Tante."
"Siska mau ketemu sama kamu, Zella. Tolong jangan diam saja, ya." tangan Ibu terulur mengusap rambutku sayang. Lalu meninggalkan kami berdua dikamar ini.
Siska duduk ditepi ranjang. Menatapku sendu.
"Gue ikut sedih atas meninggalnya Kinan. Dari semua manusia yang pernah bertemu sama dia, lo yang paling beruntung bisa berteman sama dia. Dan gue rasa mereka semua bakal ngomong kayak gini sama lo, Zel."
Aku tak peduli dengan apa yang diucapkannya. Mataku terus memandang pemandangan diluar jendela dengan balutan selimut ditubuh dan hampir menenggelamkan kepalaku.
"Gue kesini karena gue ada sesuatu buat lo. Sesuatu yang selama ini dikerjakan Kinan selama di perpustakaan. Gue mau kasih buku ini sama lo."
Meskipun enggan, aku tetap menoleh pada buku yang berikan Siska untukku. Akupun menerima buku itu. Saat kuterima, mendadak kepalaku pusing.
"Lo kenapa?"
Aku menggelengkan kepala agar Siska mengerti bahwa diriku baik-baik saja.
"Kinan mau ambil bukunya, ya?" ujar Bu Tuti ramah sedangkan yang diajak bicara hanya tersenyum seraya menggelengkan kepalanya.
"Belum waktunya, Bu. Mungkin selesai ujian saya akan ambil."
Lalu aku teringat saat dimana aku dan Kinan berkunjung ke perpustakaan dihari pertama kami ujian. Saat itu dia ditanya oleh Bu Tuti mengenai sebuah buku. Apakah yang dimaksud itu adalah buku yang saat ini kubawa?
Aku mengusap tulisan berwarna emas disampul buku itu pelan.
Wir, yang artinya kita.
"Dihari terakhir ujian, dia datang ke gue ngasih buku itu. Katanya buat elo. Terus dia juga bilang kalau gue ngasih ini ke elo, dia bakal jadiin gue temen. Gue seneng dong karena Kinan mau nerima gue sebagai temennya. Ya, meskipun itu sementara."
Aku menghela napas jengah. Sungguh kutak percaya dia sebegitu sayangnya denganku. Sampai diakhir-akhir hayatnya baru dia mau menerima orang lain sebagai temannya.
"Karena tugas gue udah selesai, gue mau pamit pulang, ya. Gue selalu berharap yang terbaik buat lo, Zella." ujar Siska seraya menepuk bahuku.
Aku tidak menggubrisnya. Tetap fokus pada buku yang kini sudah berada digenggaman. Siska sudah keluar dari kamar tanpa mendapatkan respon sedikitpun dariku.
Maafkan aku. Aku hanya belum bisa untuk merilekskan pikiran juga hatiku dari jeratan masalah hidup ini.
-<<<FAJAR>>>-

KAMU SEDANG MEMBACA
FAJAR [Tamat]
Teen FictionTamat Ini kisahku dengan dia. Ini aku yang merasa asing namun diam-diam selalu dicintai. Ini kisahku dengan mereka. Ini aku yang mulai sadar bahwa aku hidup tidak sendirian. Ada mereka yang selalu berusaha menggapaiku meski aku selalu menghindarinya...