BAGIAN LIMA BELAS

18 3 0
                                    

KABAR mengenai Dirma dan Maura yang berpacaran lagi sukses menyita perhatianku selama dua hari belakangan ini. Kini aku terduduk sendirian di kantin sambil mengaduk kuah bakso tanpa berniat untuk memakannya. Seharusnya aku tidak usah sedih. Aku ini benar-benar cewek yang sangat bodoh. Mengingat bahwa hubunganku dengannya hanyalah sebatas teman.

Entahlah, selama aku berpacaran dengan Fajar, Dirma mendekatiku layaknya ingin membuatku jatuh cinta lagi. Tapi jika itu benar, lalu kenapa dia malah kembali pada Maura yang sudah jelas statusnya sebagai mantan?

"Zella,"

Aku mendongak ketika namaku dipanggil oleh seseorang yang tengah berdiri didepan meja makan. Dia Kinan menatapku dengan raut wajah sedih.

"Gue duduk disini ya,"

Tanpa meresponnya, aku kembali mengaduk kuah bakso. Lagi-lagi nafsu makanku tidak enak ketika menatap makanan tersebut. Aku ingat betul bahwa dua hari lalu aku sempat membuang bakso yang telah dibelikan oleh Kinan.

Kinan duduk di kursi panjang didepanku. Tubuhnya kaku bagai patung. Bahkan aku tidak bisa melihat pergerakan saat dia bernapas. Sekaku itulah sikapnya hari ini. Kinan seperti sedang berhadapan dengan seseorang yang sangat dia hormati dan itu aku sendiri.

Kinan temanku yang dulu juga seperti itu. Selalu menghormati dan melindungi aku dari segala kejahatan.

Dia, Kinan si sumbing kecil yang dibenci oleh keluarganya sendiri karena fisiknya yang cacat. Itulah alasannya ibuku sangat menyayangi Kinan dan sudah dia anggap sebagai anaknya sendiri. Begitu juga dengan ayahku, lebih mementingkan Kinan daripada aku. Dulu aku masih terlalu kecil untuk memikirkan perkara itu. Aku hanya tau soal kebahagiaan mendapatkan saudara yang bisa diajak suka dan duka.

Disaat Kinan dikabarkan telah meninggal, kedua orang tuaku turut bersedih selama bertahun-tahun, sama sepertiku. Oleh karena itu aku tidak bisa langsung mempercayai bahwa Kinan yang kini sedang duduk didepanku adalah Kinan yang dulu. Mustahil jika Kinan melakukan operasi bibir jika keluarganya saja tidak menyayanginya.

"Maafin gue, Zel, terlalu memaksa lo buat mengakui kalau gue itu teman lama lo." ujarnya gusar. Terlihat dengan jelas pergerakan jemarinya meremas jari-jari tangan.

"Justru gue nggak bahagia, Nan. Tiba-tiba lo datang menawarkan diri untuk berteman sama gue terus mengakui sebagai Kinan. Gue nggak bahagia karena lo malah merusak hidup gue yang susah payah gue perbaiki."

Tak kusangka air mata Kinan menetes deras di pipi. Wajahnya merah menahan gejolak sakit yang membakar hatinya. Apakah ucapanku terlalu menyakitkan untuknya?

"Maaf kalau gue nyakitin lo."

Kinan mengangguk lemah sambil mengusap air mata yang sudah membasahi pipi mulusnya.

"Kedatangan gue kesini sebenarnya bukan untuk membahas ini,"

Aku menaikan sebelah alisku bingung, "Lalu?"

"Fajar."

Aku membuang wajah mendengar Kinan menyebut nama pacarku. Rasanya tidak terima jika Kinan mengucapkannya. Kembalilah sakit hatiku setelah Fajar berhasil menyembuhkannya.

"Hubungan gue dan Fajar itu hanyalah teman biasa. Gue kenal dia karena...."

Tatapanku beralih ke wajah Kinan yang gugup tidak sanggup untuk meneruskan ucapannya. Dia menoleh ke segala arah guna menghindari tatapanku yang terlalu mengintimidasi.

"Lo kenal dia karena cinta?" tanyaku bermaksud untuk bercanda ya, meskipun mungkin menurutnya ini adalah sebuah tuduhan.

Akhirnya Kinan berani membalas tatapanku. Sengaja aku mengucapkan kalimat fitnah itu agar dia mau menatapku. Cukup pintar, bukan?

"Keluarga Fajar bergantung sama keluarga gue untuk—"

"Lala!"

Kinan pun menghentikan ucapannya kala dengan kerasnya Fajar memanggil namaku. Sontak kami berdua memandang ke arah yang sama. Disana, sekitar satu meter Fajar berdiri dengan wajah dingin andalannya. Dia pun bergerak mendekati kami hingga aku dapat melihat dengan jelas wajah rupawan namun terkesan penuh penderitaan.

"Gue mau tanding basket, lo semangatin gue ya,"

Mataku berkeling setelah mendengar dia berbicara. Apakah aku baru saja mendengar Fajar mengatakan ingin diberi semangat? Benarkah? Aku tidak sedang bermimpi, bukan? Kalau pun bermimpi, aku berharap untuk tidak dibangunkan.

"Tanding basket? Sama kelas mana?" pertanyaanku ini sebenarnya hanyalah untuk berbasa-basi saja supaya aku bisa mengobrol dengan Fajar.

Cih, kok aku genit banget sih?

"Kelasnya lo,"

"Kelas aku?"

Jika kelas Fajar bertanding dengan kelasku, itu artinya dia akan melawan Dirma. Hm, firasatku mengatakan akan terjadi hal yang tidak baik.

"Iya." balasnya seraya mengalihkan perhatiannya ke Kinan, "Lo juga temenin Lala semangatin gue."

DEG

Aku sampai melupakan keberadaan Kinan didepanku. Entah kenapa aku sakit hati ketika dengan teganya Fajar juga menyuruh Kinan untuk menyemangati dirinya bertanding basket.

Kecewa!

"Ah, nggak bisa, Jar. Gue ada urusan di perpustakaan sekarang. Maaf, ya, mungkin lain kali aja."

Dan aku tau, Kinan hanya beralasan saja. Baguslah kalau memang benar, itu artinya dia menghargai perasaanku.

"Gue tetap mau lo ikut nyemangatin gue." paksa Fajar dengan wajah seserius mungkin.

Sekarang aku yang diam dan hanya menonton pacarku sedang berbincang dengan orang lain langsung didepanku. Siapa yang tidak sedih kalau sedang berada diposisiku saat ini?

"Nggak usah dipaksa kalau dia menolak." cibirku tidak terima dengan permintaan Fajar yang sungguh membuatku ingin sekali memberontak, tapi hanya bisa kulakukan dalam hatiku, saat ini juga.

"Gimana, Nan?" bukannya menjawab cibiranku, Fajar memilih untuk bertanya lagi pada Kinan. Hih, kenapa Fajar memaksa sekali?! Tidak lihatkah dia bahwa sekarang aku sedang menahan cemburu?

"Baiklah." balas Kinan ragu dan sekarang dia sedang menatapku.

Malas untuk berada diantara dua manusia itu, aku melangkahkan kaki pergi meninggalkan mereka untuk menuju lapangan. Aku pergi dengan membawa luka baru yang ada di hatiku ini. Wajahku sudah kusut bagai tumbuhan yang tak disiram berhari-hari, layu daunnya.

Baiklah. Sebaiknya kusimpan lukanya untuk kurasakan nanti malam saja. Tidak akan kubiarkan air mataku jatuh membasahi pipi diwaktu yang salah. Sialnya, aku ingin segera pulang untuk menangis hebat di kamar. Dua hal yang hari ini menyakitiku adalah jiwaku dikembalikan ke masa dimana hidupku penuh kebahagiaan saat bersama Kinan dan ... melihat kedekatan Fajar dan Kinan.

Mereka boleh berteman, tapi tidak berujung pada percintaan.

-<<FAJAR>>-

FAJAR [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang