Kepulangan

918 189 11
                                    

FIANNA' S POV

           Sore harinya, kami bergerak pulang sembari mempertahankan sisa pasukan yang masih lengkap. Kadang para prajurit lini belakang sepertiku diperintahkan untuk berpindah posisi ke bagian depan. Alasannya masih abu-abu. Tapi, aku teringat pendapat Ketua Hanji dua hari yang lalu. Dia bilang kami terlalu berharga, keberadaan kami dianggap hanya sebagai formalitas semata. Tak masalah bagiku. Aku terlalu repot untuk memikirkan itu muluk-muluk.

           Teriakan penjaga dinding terdengar, tanda bahwa gerbang akan dibuka untuk kami. Dan juga membuatku sedikit tenang karena pemikiran bahwa kami bisa kembali dengan selamat. Situasi kota masih seperti biasa. Ramai, lalu tertegun saat melihat rombongan kami lewat dijalan mereka. Beberapa mengenaliku karena pernah menjadi penyuplai daging untuk mereka. Saat kami melewati toko Edna, wanita tua itu tergopoh-gopoh menghampiriku. "Fianna? Oh nak.... kupikir kau pergi ketempat lain. Te-ternyata kau menjadi prajurit." Pekiknya.

           "Maaf Edna. Aku takkan bisa jadi pemburu lagi untukmu." Balasku perlahan. Wajah gemuknya menggeleng-geleng.

            "Tidak masalah nak. Aku lebih khawatir dengan aparat polisi militer itu. Mereka hanya akan bisa makan roti dan kentang untuk sementara ini." Ujarnya bergurau. Ketika aku didesak maju, dia berteriak, "datanglah kapanpun kau bisa, nak!"

            "Pasti." Gumamku. Saat melihat air mancur dibundaran kota, kilas balik memori menghantam kepalaku. Itu adalah tempat dimana aku dan Yato berbagi kue disore penangkapan kami. Awal keterpaksaanku menjadi prajurit untuk melindungi masyarakat setempat yang pecundang.

          "Fianna?!!" Teriakan Bella menyambutku sesaat kami menginjakkan kaki di HQ. Dipeluknya aku dengan erat hingga sakit rasanya. "Aku sangaaat merindukanmu, Fianna! Kau tak tahu betapa tersiksanya aku ditemani mereka berdua!!"

            Mereka berdua yang Bella maksud, sedang berdiri di hadapanku. Faro menatapku dengan seringai jahilnya, sementara Yato langsung mengganti Bella untuk memelukku. "Syukurlah kau baik-baik saja, Fian."

           Faro terkekeh kecil, "anak itu terus cemas saat kau ada diluar."

           Kubalas Faro dengan meninju pelan bahunya sambil tersenyum. Setelah reuni singkat, aku pamit sebentar untuk memenuhi panggilan Komandan untuk berkumpul di aula makan disaat makan malam nanti. Bella menungguku selesai berganti baju dan menawarkan diri untuk menyisiri rambutku yang menggumpal karena tak tersentuh sejak tiga hari yang lalu. "Cantiknya di ikat bagaimana ya? Kepang atau gerbang?" Tanyanya

           "Apa saja boleh, asal jangan sentuh poniku." Jawabku pelan. Ku ulurkan 2 untai pita ungu padanya lalu Bella memulai memuntahkan pendapatnya mengenai fleksibilitas sistem mandiri yang ia jalani selama Komandan dan kami pergi. Baginya, sistem itu lumayan menyenangkan. Mereka bisa lebih tenang sedikit tanpa harus dikejar waktu.  "....aku dan Seth bahkan begadang semalaman di kamar kami. Hebatnya lagi, tiga teman sekamarku yang lain bergabung dipenghujung malam. Dan tak ada yang datang memarahi kami!!" Pekiknya senang. "Nah sudah selesai."

            Diberinya aku cermin kecil yang memantulkan pantulan model rambutku. Dia menggerbang rambutku dengan dua kepang sedang dan membuat simpul pita yang rumit sekaligus indah. "Simpulmu cantik." Komentarku.

           "Benarkah? Terima kasih... kupikir kau takkan suka."

           "Artinya aku buta jika tak suka, Bella." Kataku tulus. Kami beranjak pergi ke aula untuk mendengar pengumuman dari Komandan Erwin, uuh... kalau bisa, aku ingin sekali menghindari pertemuan di aula sialan itu. Hanya membangkitkan kenangan kepengecutan ku terhadap apa yang dilempar mulut Samuel dan  temannya. Semua pasang mata menatapku, dan aku tak bisa menahan diri untuk tidak menaikkan tudung jaketku hingga menutupi kepala dan setengah wajahku.

WOUNDED FLOWER (Attack On Titan X OC)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang