salju yang merah

666 116 4
                                    

FIANNA' S POV

                Apa yang harus kulakukan sekarang? Kenny punya anak itu sebagai tamengnya sementara aku tak tahu apa yang harus kulakukan. Jika aku menggerakkan airku, pak tua itu bakalan melubangi kepala manusia tak bersalah. "Kenny, kau serius menginginkan pertarungan ini?" Tanyaku lagi.

                "Apa wajah tampanku ini tak cukup meyakinkanmu?" Dia malah bertanya balik.

                Ku non-aktifkan teknik magisku dan membuat air-air yang tadinya bergerak-gerak, menggenang ditanah. Meski barikade es yang kubuat untuk melindungi warga akan meleleh sendiri seiring matahari kian memuncak. Aku berjalan mendekati Kakek, yang balas menatapku datar. "Maaf, apa saya boleh meminjam belati anda?"

                 Tuan Smith menaikkan alisnya melihatku mengulurkan tangan pada Kakek. "Kami tak membawa senjata apapun."

                  Kulirik Tuan Dawk. Kurasa mustahil dia mengizinkanku meminjam satu senapannya. Yah, senapan-pun takkan banyak membantu jika Kenny terus berlindung dibalik sanderanya. "Begitu ya." Ku tolehkan kepalaku, melihat langsung ke mata obsidian Kenny. "Hei pak tua. Bagaimana kalau kita berduel? Kau dan aku."

                 Awalnya Kenny kehilangan seringainya. Tapi kemudian sebuah cengiran puas kembali menarik sudut bibirnya. "Ide bagus~." Aku mengangguk. Tapi ketika aku mau membuka mulut untuk memberitahu peraturan dan tempat berduelnya, dia memotongku. "Aku tahu tempat yang bagus untuk berduel. Keberatan jika aku yang membuat peraturannya?"

                  Sulit bagiku memperkirakan apa yang akan keluar dari mulutnya nanti. Tapi demi melihat si Thomas menangis keras dan tak berani bergerak sedikitpun, aku langsung menjawab, "tidak."

                "Bagus! Nah, ayo kita pergi. Oh---" dia berbalik lagi padaku. "Suruh orang-orang brengsek itu tak mengikutiku."

                "Apa-apaan?!" Tuan Dawk hendak menyusulku bersama pasukannya, tapi ku tatap dia dengan penuh keyakinan.

                "Maaf jika terkesan memerintah anda, tapi tolong percayakan hal ini pada saya." Kataku datar. Tuan Dawk baru saja mau menimpali, tapi aku kembali menyelanya. "Saya takkan kabur. Toh tak ada lagi tempat untuk saya pergi."

                 Kubalikkan badanku yang penuh luka, kembali mempersiapkan diri untuk sesuatu yang sejujurnya tak jelas akhirnya nanti. Namun ketika aku baru mau melangkah, sebuah suara bariton halus yang familiar menahanku. Mataku bertemu dengan iris obsidian kebiruan milik kakek, yang balas menatapku intens ketika ia berkata rendah, "jangan mati."

....

AUTHOR' S POV

               Seorang lelaki tinggi semampai serta berparas tampan tengah mengamati Hanji Zoë melakukan percobaan pada spesimen mereka; Eren Jaeger. Iris sebiru lautan sycassia itu tampak sayu dan dingin. Ada pergolakan yang kontras antara rambut pirang keemasannya dengan netra biru cerah itu. Bahkan dengan seragam pasukan pengintai-pun ia tampak mempesona.

                  "Memikirkan sesuatu Winston?" Moblit memecah lamunan sang lelaki tampan. Buru-buru Yato memasang wajah riangnya yang biasa.

                   "Ah tidak. Saya cuma agak banyak pikiran akhir-akhir ini." Ujar Yato sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Apa Ketua Hanji masih..."

                   "Heboh?" Moblit menyelesaikan ucapan juniornya itu dengan sedikit meringis. "Begitulah buntaicho. Tapi otak dan kelakuannya sering kali menyelamatkan kita dari keadaan genting."

WOUNDED FLOWER (Attack On Titan X OC)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang