Kembalilah, Matahariku

541 81 1
                                    

FIANNA'S POV

Kakek menghela berat saat aku selesai bercerita. Tampak sebal dan menyesal karena membuatku harus mengingat semuanya. Untungnya Senior Moblit datang di saat yang tepat sebelum kakek bisa mengatakan apapun.

"Kapten, Komandan Erwin menginginkan kehadiran anda siang ini."

"Tch, mengganggu saja." Yang bisa kulakukan hanya tersenyum tipis dan mengangguk sekilas pada Senior.

Pintu tertutup lebih keras dari biasanya. Sekarang aku yang merasa bersalah karena membuat dia terbebani.

Ryo tak pernah datang saat aku memanggilnya. Rembulan juga masih di dalam fase bulan baru, jadi menuduhnya berbohong takkan membantu. Aku yakin sekali mereka sudah bertemu dengan buronan kami di malam berbadai itu. Lantas mengapa mereka belum pulang?

Apa mereka gagal dan buronannya kabur? Mungkin saja.

'Bunga akan mati jika matahari pergi terlalu lama.'

....

YATO'S POV

Semuanya gelap hingga kupaksa mataku untuk terbuka perlahan. Yang pertama kulihat adalah langit-langit berbatu gua---yang mana aku kebingungan saat pertama kali melihatnya--- "G-gua... gimana aku bisa ada disini...?"

Suara tetesan air yang samar-samar menguatkan dugaanku. Anehnya aku berbaring diatas daun lebar, bukannya permukaan tanah.

Tubuhku terasa berat dan dialiri getaran. Dua sisi pelipisku-pun terasa seperti sedang di pijat keras. Apa yang sebenarnya terjadi?

Yang kuingat hanyalah pertarungan dimalam hari itu. Dipadang rumput pinggiran Shiganshina. Langit kelam yang dipenuhi badai. Angin kuat. Petir menyambar bagai energi palu Mjolnir.

'Heh, semoga saja angkasa tak mengutukku karena itu.'

Saat aku susah-payah duduk, kurasakan sesuatu yang lembap dan berbau pahit ditubuhku. Ternyata itu baluran dedaunan aneh melapisi permukaan luka-luka yang kuderita. "Seseorang berusaha keras membuatku bertahan." Bisikku.

Tapi disekitarku tak ada tanda-tanda keberadaan manusia. Bahkan segalanya terasa alami---terlalu alami hingga kupikir bahwa binatang-binatang disini yang mengobatiku.

Anggapan realistis itu harus sirna ketika dua ekor kelinci melompat kehadapanku. Apa yang membuatku berubah pikiran? Well, kelinci-kelinci ini membawa dedaunan dimulutnya dan sedang mengunyah. Lalu secara harfiah meludahkannya ke atas luka dikakiku.

"Coba lihat siapa yang bangun~" celetukan riang itu tentu keluar dari mulut Ryo. Ini mulai masuk diakalku. Dia terkekeh melihatku mengernyit kebingungan.

"Apa aku sudah gila? Atau kelinci memang punya kepintaran tak terduga?"

"Itu tak mungkin." Balasnya seraya mengibaskan tangan. "Hewan tak punya akal meski memiliki naluri."

Setelah tubuhku bebas dari rasa nyeri, kuputuskan untuk berpikir positif. Paling tidak saraf dibawah kulitku jadi bebas dari pekerjaannya sementara.

"Bagaimana mereka melakukannya?"

"Kelinci bisa mendengar." Jawab Ryo pongah. Ditunjuknya sepasang telinganya yang panjang dan berkedut bangga. "Ada suatu sinyal yang bisa kami gunakan untuk berkomunikasi. Jadi, aku minta pada mereka untuk merawatmu dan terus menjaga agar cairan tubuhmu tetap stabil."

Kutatap dua kelinci putih yang balas menatapku dengan polos. "Terima kasih."

Mereka tak membalas---atau sebenarnya mereka membalas tapi aku tak tahu. Binatang itu lantas pergi ketika tugasnya selesai.

WOUNDED FLOWER (Attack On Titan X OC)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang