AUTHOR' S POV
Bosan menonton bintang dan bulan, Levi memutuskan untuk menghabiskan waktu tengah malamnya itu disebuah tempat sunyi nan dingin. Mengetahui suhu yang menurun drastis itu, dia mengambil sweater putih pemberian Erwin dan juga Hanji untuk ia pakai.
"Uh, bagaimana bisa kau tahan ada didalam sana, pita?"
Levi takkan bisa mendapat jawaban atau tanggapan apapun, karena yang ia ajak bicara adalah sebuah batu es besar. Meski bagian dalamnya mencair, dan memberi kesan Fianna sedang direbus air dingin, tetap saja dia takkan bisa diajak bicara.
"Kau kembali bisu. Seperti 10 tahun yang lalu---digaris waktumu tentunya."
Suara buih air terdengar, seakan Levi mendapat tanggapan kecil. Mungkin es dan air disana prihatin pada pria itu karena bicara sendiri.
"Setelah usaha keras Winston dan teman magis anehnya tadi, mana mungkin aku sanggup berkata bahwa aku sama sekali belum paham." Gumam Levi tak enak.
Hening. Suara buih lembut dari cangkang milik Fianna memenuhi telinga Levi. "Maksudku, semua ini tak masuk akal. Bisa melihat masa lalu orang lain seperti itu... bukanlah hal yang bisa kau lihat setiap harinya kan?"
Bagi Levi yang selalu realistis, peristiwa tadi itu bukanlah hal yang mudah untuk ia telan begitu saja. Dia perlu mendengar versi aslinya langsung dari bibir dan gigi Fianna. Ilusi, itulah anggapannya terhadap kilas balik itu.
"Tidak, kurasa akulah yang salah. Semenjak aku tahu kalau ada orang yang bisa berubah jadi titan dan meregenerasi tubuhnya, rasanya nyaris tak ada lagi yang bisa membuatku terkejut. Seharusnya... ini cukup mudah bagiku untuk menerima fakta itu. Fakta bahwa kau ini adalah cucu ku, dan aku adalah kakekmu."
Bahkan menyebut kata 'cucu' dan 'kakek' membuat lidahnya mendadak kelu. Dirinya mengerti kalau dia masih belum bisa percaya.
"Orang-orang bilang kita ini mirip. Dari mananya? Wajah? Kurasa tidak. Sifat? Kau tak sekasar diriku. Mata? Matamu lebih berkilau." Kepala Levi terkulai keatas, membuatnya menatap langit-langit batu penjara bawah tanah. "Apa yang ada diotak mereka saat berkata kalau kita ini mirip?"
Wajah tertidur Fianna kembali ia pandang. Cara air membuai rambutnya, benar-benar menambah kesan mistis dari perempuan membeku itu. Baju seragam yang terkoyak-koyak ikut bergabung membentuk image wanita berani.
"Dibandingkan denganku, kau itu lebih mirip mata-empat. Selera baju yang kelewat jantan. Tinggi badan yang tidak adil. Itu semua tipikalnya." Levi menyunggingkan senyum kecil saat berkata, "paling tidak kau tak seberantakan dirinya."
Levi tidak membenci kenyataan itu. Jika itu memanglah pilihan Fianna, maka dia yang bukan siapa-siapanya tidak berhak mengkritik. Lagipula Levi benci ikut campur urusan orang lain.
"Hei Fianna, coba beritahu aku tentang satu hal." Levi bangkit berdiri dan berjalan menuju cangkang es gadis itu. Hawa dingin yang keluar dari benda itu tak cukup untuk membuatnya urung mendekat.
Karena apa yang ia tanyakan ini sangatlah penting.
"Bagaimana rasanya diperbudak rasa bersalah?"
Jemarinya meraih permukaan es, tepat dibagian wajah Fianna tenggelam.
"Kau mengikat dirimu sendiri dengan aturan yang amat ketat dan tak bercelah, karena semua penyesalan itu. Membunuh 26 orang tak dikenal, dan juga 1 bajingan sinting... kau melakukannya karena mereka menyakiti keluargamu. Jadi secara teknis kau tak bersalah."
Levi menyeret ujung telunjuknya, bergerak memutar membentuk lingkaran tak terlihat.
"Aku percaya dengan yang namanya rantai karma. Mereka hanya menuai apa yang mereka tanam. Nah, alasanmu untuk membela diri bertambah satu lagi kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
WOUNDED FLOWER (Attack On Titan X OC)
FanfictionFianna Hyacinth Ackerman, adalah keturunan murni klan Ackerman. Gadis bermata ungu muda serta gemar memakai pita yang berwarna sama dengan matanya itu, adalah cucu dari Levi Ackerman, Sang prajurit terkuat dimasa lalu saat titan masih meneror pulau...