About His Decision

605 95 16
                                    

FIANNA'S POV

Aku baru selesai sarapan ketika Yato memberitahu keputusannya. "Aku akan pergi menyelesaikan misi ini sendirian."

Aku terdiam. Ini terlalu mendadak. "Y-Yato... kau yakin---"

"Ya." Dari caranya memotong ucapanku, aku tau dia benar-benar yakin dan telah memantapkan hati. Tapi... aku tak bisa membiarkannya pergi begitu saja.

"Jangan... jangan pergi." Bisikku. "Aku sudah pulih dan masih berguna. Jadi tolong gunakan aku."

'Karena jika tidak, apalagi fungsiku disini.'

Kurasakan tangannya meraih tanganku. Dengan lembut meremasnya dan menatapku yakin. "Aku tak ingin kau berjuang lebih jauh soal ini dan berhenti berkata seakan kau ini hanya alat. Kau ini manusia, Fian. Sama sepertiku."

Aku punya firasat buruk soal rencana Yato. Dia akan pergi bertarung, dan aku tak ada disampingnya untuk membantu. Aku tahu kalau dia tak selemah itu untuk terus ku kawal, tapi tetap saja...

"Itu berbahaya Yato. Lawanmu nanti adalah dalang dari insiden 7 bulan lalu. Karenanya aku jadi cacat begini."

"Aku tahu. Tapi kita takkan bisa pulang jika terus berdiam diri. Seseorang harus bertindak, dan itu adalah tugasku."

Aku mulai mengutuk hari dimana lengan kiriku putus. Jika saja itu tak terjadi, maka Yato tak harus bertarung sendirian. Apapun yang terjadi, aku harus membujuknya untuk mengurungkan niatnya itu. Tak pulang-pun tak masalah asal dia tak terluka. Atau terbunuh.

"Yato---" Sebelum aku sempat protes, Yato melakukan sesuatu yang aneh. Dia menempelkan bibirnya di bibirku dengan lembut dan membuatku kaget. Kenapa dia melakukan ini?

"Maaf, aku hanya ingin melakukan itu walau sekali." Ujarnya tak enak setelah selesai menciumku.

Aku pernah melihat ayah mencium ibu saat beliau akan pergi bekerja. Sejak saat itu aku merasa bahwa itu merupakan hal yang biasa dilakukan diantara pasangan yang sudah mengerti diri masing-masing. Jadi, ciuman ini mungkin hanyalah ungkapan sayangnya padaku sebagai sahabat.

"Kau anggap apa ciuman tadi?" Tanyanya pelan sambil menatap wajahku dengan rona merah.

"A-aku... tak tahu. Ungkapan sayang sebagai sahabat mungkin?" Dia meloloskan hela tawa kecil dan memejamkan matanya. Apa... dia kecewa? Salahkah jawabanku tadi?

"Begitu ya. Kurasa ini masih terlalu cepat untukmu mengerti tentang cinta." Katanya dengan nada ironis.

Cinta. Kata yang mengandung makna penuh sayang terhadap seseorang atau benda. Aku tahu artinya. Tapi... aku hanya tahu sampai disitu. Cinta macam apa yang sedang Yato bicarakan?

"Tapi aku akan menunggumu untuk mengerti. Walau nantinya mungkin ada orang lain yang kau cintai, aku akan tetap mendukungmu, Fian." Apa yang sedang ia bicarakan? Kesannya ia seperti ingin pergi jauh dariku.

"Jangan..."

"Hm?"

"Jangan bicara seperti itu. Kau terdengar seperti orang sekarat." Bisikku seraya menunduk. Ingin menyembunyikan air yang mulai membanjiri mataku. Mungkin akibat reuniku dengan Bella beberapa waktu yang lalu membuatku jadi sentimentil.

Tapi Yato langsung sadar jika aku terisak karena niatnya tadi. Dan dia melakukan apa yang ku inginkan ketika sedang tersedak kesedihan. Dia membelai pipiku, lantas menghapus air mataku dengan sentuhan selembut kepakan sayap ngengat.

"Aku akan baik-baik saja." Katanya setelah menempelkan dahiku didahinya. Entah kenapa yang ia lakukan ini terasa amat menenangkanku. "Aku janji."

Matanya memancarkan keteguhan hati dan keyakinan. Saat aku mengangguk, dia tersenyum manis dan mengecup dahiku. Ayahku juga pernah melakukannya padaku dan adik-adikku saat malam tiba. Apa ini sama dengan itu? Aku tak tahu.

WOUNDED FLOWER (Attack On Titan X OC)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang