Ethereal

607 85 23
                                    

FIANNA'S POV

3 tahun. 1.095 hari. Butuh waktu selama itu untuk sampai ke titik dimana kami berdiri sekarang dengan hati yang berdebar.

"Jadi... saya rasa ini perpisahan kita." Mulai Yato, menatap 3 atasan kami bergantian dengan senyum samar.

Hari ini, kami akan pulang. Pergi dari Paradis, membiarkan mereka berkembang sesuai sejarah tanpa ada campur tangan kami.

Senang. Sedih. Duka. Entah berapa banyak yang sudah kami rasakan selama bekerja menjadi prajurit pasukan pengintai. Warna-warni bagai bias sinar mentari yang terbagi 7.

"Terima kasih bantuannya selama 3 tahun ini." Kataku, membungkuk sebagai tanda ketulusanku pada mereka.

Komandan Erwin.

Ketua Hange.

Lalu, Kakek Levi.

Aku tak tahu harus sedih atau senang. Karena separuh hatiku merasa berat untuk pergi dari sisi kakek, lalu yang separuh lagi merasa senang karena bisa kembali mengulang dari awal.

"Winston, Fianna, Gokuro'... kalian berdua telah melaksanakan kewajiban sebagai prajurit dari pasukan ini dengan sangat baik." Ujar Komandan teduh. Senyumnya amat hangat. "Tak ada yang lebih membanggakan dari mengabdi secara total pada kemanusiaan."

Pidato tipikal Komandan Erwin. Sebagai pemimpin sebuah pasukan, dia jelas memiliki nilai tambah dalam bersikap keren dan berkharisma.

Orang itu juga yang menyeret kami untuk masuk ke pasukan pengintai, dengan imbalan kami akan mendapat izin kependudukan.

Keuntungan berbalut kesulitan.

Jika sejak awal aku dan Yato benar-benar terlahir dan besar di Paradis, sudah pasti kami akan bekerja di divisi ini. Karena, baik aku dan dirinya jelas benci dengan kekangan.

Lalu, keadaan berubah haru ketika Ketua Hange merentangkan tangannya. Merengkuh kami berdua seraya membisikkan pesan,

"Dahulu aku pernah berharap kalau kita akan terus bersama sampai umat manusia menemukan kebebasan... tapi sekarang itu mustahil, iya kan?"

Yah... amat mustahil. Karena sejak awal kami berdua bukan bagian dari sejarah ini. Kami... adalah bagian yang akan menyambung perjuangan mereka dimasa yang akan datang.

"Aku tahu kalian juga ingin mengabulkan impianku yang satu ini... tapi, baik Winston dan Fianna pasti memiliki impian lain yang harus diraih."

Yato tersenyum dan mengangguk, sementara aku terdiam.

"Terima kasih... untuk segalanya." Bisik Ketua diakhir ucapan.

"Ketua Hange juga...  terima kasih." Kataku.

"Dan tolong perbanyak tidur anda. Bakalan repot jika tak ada kami berdua yang menyeret anda keluar dari laboratorium itu." Pesan Yato balik. Mendengar ini, dia tertawa pelan.

"Akan kucoba."

Lalu, yang terakhir.

Dia berdiri disana. Ekspresinya selalu sulit di baca. Namun, aku sadar kala melihat sorot matanya yang berbeda. Ada... kesedihan kecil disana.

"Kakek?" Panggilku, seraya mendekat.

"Jujur saja, meski panggilan itu menyebalkan, entah kenapa aku malah suka mendengarnya." Mulai Kakek Levi, suara masih stabil seperti biasa. "Dan... kuharap aku bisa mendengarmu memanggilku seperti itu lebih lama lagi."

Aku menunduk, tersenyum pada kakiku sendiri.

"Yah... aku-pun begitu."

Bisa kurasakan Yato, Ketua Hange, dan Komandan Erwin mundur sedikit. Demi memberi ruang untuk kami bicara---mengutarakan apa yang biasanya hanya bisa disampaikan melalui tindakan.

WOUNDED FLOWER (Attack On Titan X OC)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang