AUTHOR'S POV
Rumah. Semua orang memilikinya---bahkan mereka yang tak memiliki apapun tetap bisa dikatakan memiliki rumah. Karena 'rumah' tak harus selalu berbentuk seperti bangunan yang terdiri atas bata atau kayu.
Meski Fianna punya rumah yang luas, ia tetap merasa tersesat. Entah seluas apapun kamar yang ia miliki, gadis itu tetap kehilangan pegangan. Sampai akhirnya Yato datang.
Kemudian, ia kembali merasa kurang. Kehadiran pemuda bangsawan itu ternyata masih belum cukup untuknya melepas masa lalu.
Ia berhenti bermimpi.
Ia berhenti berharap.
Ia berhenti merasa manusiawi.
Ia berhenti merasa bahagia.
Jalur berdarah yang Fianna lihat seakan tak pernah memiliki ujung. Bayangan mimpi buruk bagai parade horor tanpa henti kerap menjadi alasannya mengucapkan selamat tinggal pada mimpi-mimpi mulia yang ia inginkan dahulu.
Sampai keajaiban besar menghantamnya seperti truk semen.
Fianna menemukan sebuah dunia yang brutal. Lebih tepatnya---tempat dimana akar dari darah klan yang mengalir deras dinadinya tinggal berpuluh tahun yang lalu.
Gadis itu bak menemukan mutiara yang tenggelam dalam lumpur pekat. Fianna bertemu dengan banyak orang yang memiliki perspektif berbeda. Namun, semuanya membantu dirinya untuk mengerti.
Levi Ackerman---mengajarkannya untuk terus maju meski cerita hidup yang sedang mereka jalani mungkin berakhir pilu. Pria itu juga memberi Fianna kasih sayang yang dirindukan. Meski awal pertemuan kakek-cucu itu bukanlah pertemuan yang manis, tapi Fianna menghargainya.
Erwin Smith---mengajarkannya tentang kepemimpinan. Segala hal yang pria itu lakukan juga membekas dihati Fianna. Bagaimana Erwin dengan beraninya mengorbankan apapun yang ia miliki---termasuk para bawahannya. Ini menunjukkan bahwa pemimpin harus rela diperbudak mimpi dan target.
Hange Zoë---selalu sabar menghadapi Fianna yang kerap bergerak bagai serigala penyendiri. Dia juga mengajarkan Fianna untuk segera merelakan apa yang sudah hancur dan tiada serta melanjutkan hidup.
Mereka memberikan apa yang selama ini Fianna cari. Yaitu pemahaman akan pentingnya hidup---walau dalam bayang-bayang gelap. Terus berjuang, untuk menyingkap kabut perak yang menyelimuti kebenaran dunia. Bertindak rasional, dan irasional demi mendapatkan keputusan paling logis.
"Jadi... sekarang bagaimana? Apa kau benar-benar akan mengembalikan kami?"
Yato bertanya setelah membantu Fianna untuk menyebrangi sungai dihutan luar dinding. Mereka sudah keluar dari teritori kota dinding. Anehnya, tak ada titan yang terlihat.
"Tentu saja. Tak ada lagi yang tersisa untuk kalian disini."
"Well, tidak bagiku. Fian mungkin masih ingin tinggal." Ledek Yato.
Fianna tak bisa membantahnya. Ia suka Paradis---meski terkurung, dan diteror oleh titan. Paling tidak, ia ingin terus bersama dengan Levi. Namun, semesta tak mungkin mengabulkan keinginannya yang satu ini.
Mereka berhenti disuatu tempat dijantung hutan. Tepat di glade yang ditumbuhi rerumputan kuning. Ryo melayang pelan kedepan dan berbalik dengan mata langsung tertuju pada wajah Fianna.
"Kurasa... ini perpisahan kita." Cetus Ryo perlahan.
Fianna tercenung, begitu juga dengan Yato. Mereka tahu bahwa hari ini pasti akan datang---sejujurnya mereka mendambakannya. Namun, tak pernah terpikirkan bahwa Fianna dan Yato akan merasa sedih saat mendengar ucapan perpisahan dari Ryo.
KAMU SEDANG MEMBACA
WOUNDED FLOWER (Attack On Titan X OC)
FanficFianna Hyacinth Ackerman, adalah keturunan murni klan Ackerman. Gadis bermata ungu muda serta gemar memakai pita yang berwarna sama dengan matanya itu, adalah cucu dari Levi Ackerman, Sang prajurit terkuat dimasa lalu saat titan masih meneror pulau...