YATO' S POV
Tak ada seharipun terlewatkan tanpa memikirkannya. Fian, gadis rapuh itu mungkin sudah mengalami neraka. Sudah 6 hari dia dipenjara, dan aku belum pernah sekalipun bisa mengunjunginya. Aku tahu Fian takkan marah padaku, tapi tetap saja hatiku sesak karena memikirkannya terbelenggu dinginnya rantai. "Winston, bisa gantikan Moblit menggambar Eren? Moblit lagi pergi ke pasar untuk membelikanku sesuatu."
"Tentu saja, Ketua Hanji." Ujarku sambil pergi mengambil buku sketsa yang kubeli dipasar dua bulan yang lalu. Isinya... well, kebanyakan gambar Fian sih, tapi ada gambar bunga juga kok. Walau bunganya terpasang dirambut Fian.
Sekembalinya dari asrama, aku langsung mempersiapkan diri menggambar Titan Eren yang sedang melakukan apa saja yang Ketua suruh. Gambar atau lukisan tangan disini sudah seperti tombol pause. Mereka menyalin momen yang berlangsung, sama seperti peran kamera dizaman modern.
Menggambar Eren---lebih tepatnya dia dalam versi titan yang notabene besar, garang, dan... well, telanjang---bukanlah pekerjaan yang mudah mengingat yang kugambar kebanyakan adalah sesuatu yang indah. Aku harus membuat sketsa kasar berupa garis bantu dan pola garis yang kugunakan.
Aku berbeda dengan Senior Moblit yang bisa menggambar dengan cepat dan detail.
"Bagaimana? Sudah selesai?"
"U-uh... maaf Ketua. Ini masih belum selesai, jadi saya akan melanjutkannya dan akan saya serahkan pada anda nanti malam." Ujarku tak enak hati.
"Aah, tak masalah. Aku juga masih punya beberapa urusan penting. Tolong jaga Eren ya." Ketua Hanji berlari pergi setelah menepuk bahuku lembut. Kubantu Eren keluar dari Titannya dan meminta Mikasa dan Armin membawakan handuk.
"Apa ada yang sakit?" Tanyaku.
Eren menggeleng. "Tidak, Senior."
"Tanda diwajahmu itu jelek sekali." Celetuk Jean sadis. Aku hanya bisa menahan mereka berdua yang sama-sama gak mau kalah, dan menghela napas lega karena Mikasa langsung menyeret Eren untuk duduk dibangku kayu.
"Semuanya, aku harus menyelesaikan sketsa ini sekarang, jadi aku pergi dulu ya." Pamitku sambil meringis melihat Eren bersungut-sungut karena dinasihati Mikasa.
Diam-diam aku menyunggingkan senyum ke arah mereka. Kenangan manis milikku seorang mendadak melintas dikepalaku. Dulu saat aku dan Fian masih kecil, dia tak pernah mengkhawatirkanku seperti sekarang. Malahan dia hobi meledek betapa seringnya aku terluka dan bolak-balik dinasihati Bibi Diany. 'Yato payah ah... masa' melompat begitu saja pake' jatuh segala.' Kira-kira begitulah perkataannya saat itu.
Saat malam tiba, aku pergi tanpa berpikiran untuk makan malam bersama yang lain. Tentu saja itu terjadi setelah aku menyerahkan sketsa gambar yang ia minta. Dan---sekali lagi---tentu saja aku mengendap diam-diam. Semua teman sekamarku juga bukan pengadu, jadi aku akan aman jika tak terlihat dimanapun.
Hutan adalah tempatku menyendiri akhir-akhir ini. Di tepi danau lebih tepatnya. Dan juga, aku sering memergoki Fianna tersenyum dan menyanyi sendirian disana. Silahkan sebut aku bucin, aku tak peduli. Tapi siapa yang takkan sesayang itu pada sahabat yang juga sekaligus cinta pertama? Kurasa tidak ada.
"Yato!"
"Astaga!!!" Ryo tiba-tiba berteriak keras tepat ditelingaku. Sekarang telingaku berdenging kesakitan. "Kau menyakiti telingaku, bodoh!"
"Hee... tumben kaget. Biasanya kau langsung tau aku bakalan muncul disini." Ryo melayang seperti hantu kesampingku, lantas berdiri beberapa senti diatas air danau yang jernih.
"Bagaimana kabarnya?" Tanyaku penuh arti sambil melempar batu ke danau. Memantul sekali. Dua kali. Tiga kali. Lalu tenggelam didasar air.
"Sulit menjawabnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
WOUNDED FLOWER (Attack On Titan X OC)
FanfictionFianna Hyacinth Ackerman, adalah keturunan murni klan Ackerman. Gadis bermata ungu muda serta gemar memakai pita yang berwarna sama dengan matanya itu, adalah cucu dari Levi Ackerman, Sang prajurit terkuat dimasa lalu saat titan masih meneror pulau...