Bab 22

838 77 4
                                    

Fani begitu geram setelah Nela berpamitan pulang. Gadis itu langsung menghubungi Andreas untuk bertanya posisinya agar bisa bertemu segera.

"Kamu kayak sengaja nggak mau ketemu aku, Beibs. Kamu kenapa sih, ada yang lain ya?" sungut Fani mulai terpengaruh dengan kata-kata Nela. Seharusnya beberapa hari lagi mereka melakukan foto pra-wedding di tepi kolam renang sebuah hotel berbintang dan juga pinggiran pantai berpasir putih.

Andreas menjauhkan ponsel sambil memastikan di layar bahwa yang menelpon dirinya memang Fani. Hubungan mereka sudah sangat lama, bahkan Andreas tidak pernah sedikitpun menyimpan rahasia hidupnya dari Fani. Lagi pula dalam waktu satu bulan, keduanya akan segera menikah.

"Kamu kenapa, Hun? Lagi datang bulan? Pengen beli coklat batangan yang satu kilo? Atau ...."

"Pulang sekarang!"

Miranti yang sedang mengobrol dengan Bilal akhirnya memicingkan kedua matanya saat Andreas terlihat cemas. Laki-laki itu langsung berpamitan pada Heri dan Nasya untuk segera kembali ke rumah.

"Fani kenapa sih, Mir?" Andreas merasa cemas setelah mendengarkan nada bicara calon istrinya yang tak biasa.

"Nggak tahu, kenapa?" Miranti merasa kurang berminat untuk ikut campur urusan dua orang yang akan segera menikah karena menurutnya, riak kecil menuju halal memang sering kali terjadi dan itu lumrah.

"Dia lagi nuduh siapa ya, Mir?"

"Udah, balik sono. Mungkin dia lagi kangen aja. Cewek memang gitu kalau kangen suka tiba-tiba marah nggak jelas gitu."

Andreas mengacungkan jempol dan memukul lengan Bilal, "gua pake mobil lu ya, Bil? Cewek gua lagi PMS apa gimana nggak tahu deh."

"Siap. Gampang aku mah."

"Iya gampang, kan ada Miranti. Nggak mungkin lu dibiarkan pulang jalan kaki sama dia, tuh lihat aja di bola matanya ada gambar love-love."

"Ehlah, nuduhnya suka bener deh." Miranti berdiri dan mendorong Andreas agar segera pergi supaya tidak lagi menggodanya.

Sedangkan Ghana terlihat kesal pasca mengunjungi seorang paranormal untuk meminta bantuan. Dalam keadaan putus asa, akhirnya Ghana memutuskan untuk mendatangi Nela di kamar kostnya lagi. Perasaannya sungguh kacau saat itu, tidak ada tempat untuk mengadu apalagi mendukung segala usaha yang tengah diupayakan.

Kedatangannya secara tiba-tiba itu tentu membuat Nela terkejut karena dirinya baru tiba dari rumah Fani. Lagi pula Nela tidak memiliki alasan lagi untuk bahagia melihat Ghana setelah semua yang terjadi.

Ghana langsung masuk begitu saja ke kamar yang dulu pernah menjadi saksi bisu hubungan terlarang mereka berdua. Nela tergugu saat melihat, tubuh Ghana berbaring lemah di atas ranjang dengan wajah gelisah.

"Kenapa tiba-tiba ke sini? Dari mana sih, Ghan?"

Ghana langsung mengulurkan tangan, mengajak Nela agar duduk di ranjang bersamanya. Ghana menatap wajah Nela dengan sorot mata liar, meminta sesuatu yang seharusnya tak pernah lagi mereka lakukan berdua.

"Aku kangen kamu, Nel." Ghana dan Nela membuat dosa besar yang sama. Keduanya melakukan lagi hubungan terlarang yang telah menghancurkan kehidupan mereka sebelumnya.

Ghana merasa sudah tak bisa lagi menemukan jalan untuk mengembalikan lagi kehidupan sebelumnya, dia begitu frustasi dan juga putus asa. Teman-teman yang biasanya selalu mendukung dirinya juga seketika berbalik, mendukung Heri agar bisa bersama Nasya.

Sedangkan Nela juga begitu tertekan oleh tuntutan orang tuanya agar segera menikah dengan Heri. Dua orang yang merasa menemui jalan buntu hingga memutuskan kembali ke titik awal, mengulang kesalahan yang sama.

Kamar KostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang