Bab 1

5.5K 129 14
                                    

Aku selalu bingung kenapa belakangan ini Miranti tak pernah mau berkumpul bersama kami lagi. Biasanya dia selalu antusias tiap kali weekend tiba. Entah mengajak berenang, ke salon atau sekedar makan liar.

Setelah menekan nafsu makan selama satu minggu hanya dengan dua butir putih telur sebagai sarapan, kami sepakat 'cheating' bersama-sama saat weekend.

"Miranti nggak gabung sama kita mungkin karena minder, kan dia aja yang belum punya pacar. Males jadi obat nyamuk kali." Nela mengatakan pendapatnya sambil menatap mesra pacarnya, Heri.

Aku menghela nafas, mendengarkan Fany, temanku yang lain malah meledek Nela bahwa sengaja mengajak kami double date agar Miranti tidak ikut serta karena statusnya yang jomblo.

"Besok deh aku tanya ke dia, kasian tuh anak." Kulirik pacarku, Ghana sedikit tersedak namun buru-buru kutepuk punggungnya.

Kami berenam melewatkan malam dengan senang saat itu, namun jujur saja aku memang sedikit bingung dengan sikap Miranti belakangan ini.

Hingga keesokan paginya sengaja aku menimpa tubuhnya yang masih menggeliat di atas ranjang. Aku sudah kenal akrab dengan keluarganya sehingga mudah saja mengejutkan cewek yang doyan rebahan seharian itu.

"Mir, weekend nih. Libur kerja. Ngapain ya enaknya?" tanyaku sambil memainkan rambutnya yang curly menggemaskan.

"Hm ..."

"Bangun. Ih, semalam kenapa nggak ikut sih? Nggak ada lo nggak rame, sumpah."

"Hm ..."

Kuraih remote televisi di atas nakas lalu mencari channel kartun kesukaanku di hari Minggu. Doraemon.

Menunggu hingga Miranti bangkit dari tidur atau sekedar merespon kehadiranku. Namun tak seperti biasa, aku seperti diabaikan saja olehnya.

"Mir, kita nggak ada apa-apa kan?"

"Hm ..."

Kesal rasanya dia selalu menyahut begitu hingga tak sadar, kubalikkan tubuhnya yang sedari tadi tengkurap. Betapa terkejutnya aku melihat sorot mata itu nampak merah seperti sedang menangis.

Mendadak Miranti memelukku dengan erat. Isak tangis kurasakan begitu pilu hingga tubuhnya bergetar hebat dalam dekapanku.

"Its ok, Mira. Semua baik-baik saja. Ada apa?"

"Nasya, lo cewek baik. Paling baik yang pernah gua kenal."

"Thank ... you too, Mir. Aku seneng persahabatan kita berempat dari kuliah sampai sekarang bisa awet begini."

Miranti merenggangkan pelukan padaku, kuseret sekotak tisu untuk kuberikan padanya. Entah apa masalah yang sedang dia hadapi sehingga dirinya nampak sangat emosional saat itu, nampak sungguh marah.

"Lo kapan terakhir ketemu Ghana, Sya?"

Jantungku langsung 'slep' bagai hilang sedetik ketika Miranti malah menanyakan pacarku. Sedikit gugup akhirnya kuceritakan pertemuan kami berenam tadi malam, tentu saja aku datang bersama Ghana.

Senyum yang kulihat sedikit aneh tersungging di bibir Miranti. Aku tak pernah melihat senyum yang begitu dipaksakan namun sangat dingin kurasakan.

"Gua ngedapatin Ghana tidur di kamar kost Nela?"

Diam.

Hening.

Aku tidak mengerti apa yang Miranti katakan, maksudnya apa semua ini. Namun aku hanya menunduk menunggu cerita selanjutnya.

"Tanpa sehelai benangpun," sambungnya. Membuat dadaku sesak seketika namun aku berusaha menepis prasangka buruk di kepalaku.

Ghana dan Heri, pacarnya Nela bahkan satu tim futsal di kantornya. Posisi mereka yang sama-sama Supervisor bagian lapangan sebuah perusahaan batu bara ternama membuat kedua pria itu sangat akrab satu sama lain.

Kamar KostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang