Ghana tersentak saat Nasya memukul tangannya.
"Bapak salah memasukkan kartu. Ini bukan kartu ATM. Tapi kartu kredit." Nasya mengulas senyum tulus seperti biasa.
Ghana tergugu sesaat. Bergumul dalam bayangan sebelumnya, berandai-andai jika rencana yang sudah disusun berjalan dengan rapi. Tapi pemuda itu ragu, apakah dirinya mampu mencederai wanita yang begitu ia kasihi.
Nasya begitu tulus dan polos, mengikuti semua rencananya bersama Nela yang sengaja menjebak untuk keluar kantor. Nasya terlalu baik untuk dipermalukan seperti itu.
"Maaf, gue. Sorry, saya lupa bawa ATM. Buru-buru tadi."
Nasya mengangguk dan meminta izin untuk pergi terlebih dulu, "Saya duluan ya, Pak."
Ghana terdiam sesaat ketika Nasya berbalik hendak keluar dari bilik ATM bersama, tempat mereka melakukan transaksi. Laki-laki itu langsung mencekal pergelangan tangan Nasya, membuat wanita itu langsung terkejut dan meronta berusaha melepaskannya.
"Pak!" sentak Nasya.
"Maaf." Ghana langsung melepaskan cekalan tangannya.
Nasya memicingkan matanya sambil menggeleng dan buru-buru meninggalkan tempat itu. Dia merasa takut jika memikirkan kejadian penculikan yang pernah menimpa dirinya beberapa waktu silam. Membuat langkahnya semakin cepat bahkan setengah berlari untuk kembali ke kantornya.
"Kenapa, Mbak Nasya?" tanya salah seorang sekuriti di depan gerbang.
Napas Nasya masih terbata-bata sambil menunjuk ke arah belakang. Membuat sekuriti itu bingung sekaligus gugup karena takut Nasya menjadi korban hipnotis.
"Mbak, saya telpon suaminya, ya." Nasya melambaikan tangan.
"Nggak ... nggak perlu. Aman, Pak."
Nasya mengatur napasnya dan segera kembali ke dalam gedung kantornya. Dari kejauhan yang tersembunyi, Ghana menamati gerak-gerik Nasya sembari mengangkat ponselnya menghubungi Nela.
"Nasya tadi ke ATM sama teman-temannya, La. Rencana kita batalin dulu sementara." Ghana mengulum bibirnya.
***
Heri yang baru saja selesai menunaikan sholat Dzuhur, tiba-tiba mengingat istrinya. Tubuh letih itu menyandar pada dinding mushalla yang terasa dingin sambil meraih ponsel di saku. Membuka-buka lagi galeri foto yang berisikan gambar-gambar mereka berdua.
Segaris senyum tersungging manis mengingat bagaimana biduk rumah tangga yang baru seumur jagung itu dijalani penuh kejutan. Kebiasaan-kebiasaan keduanya yang sama -sama baru terbuka untuk pertama kali.
Nasya yang kesehariannya begitu cerewet, manja sekaligus penyayang membuat hidupnya semakin penuh warna. Suatu ketika, Nasya pernah mengeluh banyak nyamuk di kamar mereka. Saat itu Heri sangat lelah hingga tertidur lebih dulu dari pada istrinya.
"Mas ... Mas Heri, bangun dong." Nasya menggoyang-goyangkan tubuh suaminya. Menepuk keras-keras hingga Heri berjingkat terkejut.
"Apa sih?" Heri mengerjab sambil beranjak duduk.
"Banyak nyamuk. Aku digigitin."
"Sudah disemprot, Sayang. Lagian kamu ada-ada aja sih."
Nasya merapatkan tubuh di punggung suaminya, "Dipeluk, kek, kalau tidur. Ngadep ke tembok, kemaren nikah sama batu bata, apa?"
"Oh, Adek mau dipeluk, ya? Ngomong atuh, Neng. To the point aja, malu-malu."
Nasya mendengus kesal dan pura-pura berbalik memunggungi. Wanita itu mengulas senyum yang ditahan saat merasakan tangan Heri melingkari tubuhnya. Lebih dari itu, tangan itu menangkup hangat bukit-bukit yang membuat kulit Nasya meremang seketika.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kamar Kost
RomanceAda pepatah bijak mengatakan, jangan pernah menceritakan kelebihan, kebaikan pasangan kalian pada orang lain. Karena itu sama halnya membuka jalan dan memancing penasaran bagi orang lain untuk masuk ke dalam hubungan sebagai pihak ketiga. Begitu pu...