Menuju Ending

2.5K 55 8
                                    

Nela merasa gundah ketika tiba-tiba Ghana mengurungkan niatnya. Lebih celaka lagi kalau sampai Ghana mendadak berubah pikiran dan menyerah untuk mendapatkan Nasya.

Itu sama artinya dia kehilangan dukungan untuk bisa kembali pada Heri. Nela merasa sesuatu terjadi pada Ghana. Sesuatu yang tidak menguntungkan dirinya.

"Ghana, ada apa sih? Nasya berhasil keluar dari kantornya, kan? Dia transfer kok ke gue. Masa sih kayak gitu aja lo gagal? Payah, ah." Nela mendengus kasar ketika bertemu Ghana di kafe dekat hotel.

"Terlalu banyak saksi, di sana juga ada CCTV. lo mau gue gimana? Dikerangkeng sama polisi gara-gara maksa Si Nasya masuk ke mobil?" Ghana menggumam sambil menempelkan ujung pipet pada bibirnya. Menyesap perlahan-lahan segelas minuman frappe  hingga tandas.

Sebesar apapun kemarahannya kepada Nasya, masih ada secuil kenangan di masa lalu yang sekuat apapun dipungkiri, akan sulit bagi Ghana. Dia marah, namun ketika melihat Nasya dalam bahaya, saat nyaris terbakar karena ulahnya, membuat Ghana terkadang bimbang.

Itu kebencian ataukah rasa cemburu yang bersemayam.

"Kenapa bukan elo aja yang ngegodain Heri. Bukannya Heri orangnya gampang luluh, ya?" Ghana gantian membuat Nela mati kutu.

"Kok gue?"

"Ya, jadi siapa? Masa gue!"

Keduanya sibuk memikirkan cara membuat Nasya dan Heri berpisah, padahal keduanya sedang hangat membicarakan bulan madu.

Malam itu Nasya merasakan tulang-tulangnya seperti dilolosi dari kulit dan frustasi karena Heri seolah tak kenal lelah membuatnya mendesah berkali-kali.

Nasya benar-benar merasakan kepalanya pening namun kedua kakinya terus terbuka. Tangan Nasya mengusap rambut Heri dan menekan semakin ke pangkal ketika merasakan tubuhnya bergetar hebat untuk kesekian kalinya.

"Mas, udah dulu. Aku capek." Nasya menahan tubuh suaminya yang terlihat sudah kembali dalam posisi menyerang.

"Capek? Aku yang habis main futsal, kenapa kamu yang capek?" Heri tertawa bingung dengan perkataan istrinya, tapi dia paham.

Nasya pulang dari bekerja dan mungkin memang dia terlalu lelah karena urusan di kantornya. Seharusnya Heri mengerti, meski sering kali dia tak peduli karena selalu cepat terpancing setiap kali melihat istrinya berbaring.

Dia juga sangat menyukai saat Nasya habis mandi dengan handuk yang masih melilit tubuhnya. Sering kali jika pagi, Heri sengaja menunggu saat-saat itu, di mana Nasya akan berjinjit-jinjit memasuki kamar hanya karena tak ingin terlambat bekerja.

Nasya menarik tubuh polos itu dan menoleh mencari mini daster yang dilempar entah ke mana oleh suaminya. Rasanya sangat lengket dan lembab sampai membuatnya ingin segera membersihkan diri.

"Mas, tadi Nela telpon. Tumben dia pinjam uang, aneh banget, kan?" Nasya masih mencari-cari pakaiannya.

Heri tertawa kecil karena dengan sengaja, dia menyembungikan baju Nasya di balik bantalnya. Malam itu dia sedang ingin bersama Nasya sampai pagi gara-gara dipertontonkan video panas pasangan artis yang sedang hits sedang berasik masyuk.

Membuat Heri ingin cepat pulang dan membalas dendam pada istrinya.

"Kok aneh? Wajarlah. Kan kamu sahabatnya. Yang aneh itu kalau dia pinjem uang ke orang yang nggak dikenal."

"Sahabatnya yang nikah sama mantan pacarnya? Jahat banget nggak, sih?"

Heri menarik selimut untuk dirinya sendiri. Jika dihitung-hitung, sudah terlalu lama dia menumpang pada rumah mertuanya.

Kamar KostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang