'Terkadang gunung yang menjulang tinggi sekalipun menyimpan panasnya api di dalamnya'
Pepatah yang tepat menggambarkan seorang Miranti Aditya Halim. Putri seorang pengusaha sukses yang memiliki banyak sekali usaha tambang di wilayah timur nusantara sekaligus memiliki beberapa resort di daerah kepulauan.
Miranti adalah wanita kuat dan ceria yang mewarisi kecerdasan Ayahnya. Namun tak pernah ada kehidupan manusia sempurna di muka bumi ini. Bahkan bagi Miranti yang harus memikul banyak sekali beban dan tanggung jawab perusahaan milik keluarga Halim setelah terjadi krisis keuangan.
"Mir, Papa masih sakit?" Marcel mengejutkan Miranti yang tengah memeriksa pekerjaan di ruang makan.
"Eh, Cel. Lo ngagetin aja." Miranti tersenyum sekedarnya sambil menepuk tangan pemuda berkaca mata itu, "kenapa nggak naik aja, lihat sendiri ke kamar. Tinggal naik lift."
"Nggak ah. Mendingan di sini sama lo. Gimana kondisi kantor?" Marcel mengambil toples berisikan bawang goreng dan memakannya sebagai kudapan.
"So far so bad. Tapi semua akan berlalu. Seperti dulu-dulu juga pernah begitu."
Marcel membetulkan letak kaca matanya, sesungguhnya jika Marcel tidak bertindak membantu secara diam-diam maka perusahaan itu sudah lama mengalami kerugian.
Ada pihak-pihak yang sengaja mengambil keuntungan saat Tuan Halim sakit. Marcel juga menggagalkan beberapa upaya pembobolan yang dilakukan I.T lawan untuk membongkar seluruh rahasia perusahaan Ayahnya.
"Kau selalu bekerja. Kapan punya pacarnya?" Marcel menggoda Miranti yang dibalas dengan senyuman kecut, "laki-laki semua sama saja. Nggak ada yang serius. Bikin males."
"Nama?"
"Bilal Fauzan. Dokter di .... "
"Stop!" Marcel membuka ponselnya dan memasukkan kata kunci pencarian atas nama Bilal. Hanya satu menit semua komunikasi Bilal bahkan nilai mata kuliahnya terpampang di layar lengkap dengan foto culun di masa lalunya.
"Yang ini?" Marcel menunjukkan data diri, media sosial dan email yang keluar masuk. Miranti langsung berbinar melihat gambar-gambar Bilal jaman dulu kala.
Wajahnya yang masih begitu polos namun sudah menunjukkan ketampanannya. Apalagi foto-fotonya saat kuliah. Membuat gadis itu mengulas senyum menamatinya.
"Dia seperti gula," kata Marcel sambil mengerucutkan bibirnya. "Banyak gadis yang mendekatinya, Mir. Engh ... ada ... empat puluh tujuh email dari wanita berbeda sedang menggodanya dalam enam bulan terakhir."
"Bilal!" Miranti merasakan hatinya panas di hatinya.
Mario tiba dengan mulut menguarkan aroma alkohol yang begitu menyengat, tentu saja dia sambil berbicara sendiri sepanjang parkiran hingga ruang makan.
Laki-laki itu menarik kursi di hadapan Marcel sambil berteriak meminta air perasan lemon pada asisten rumah tangga.
"Yang hangat. Pakai gula, Mbok." Mario tertawa-tawa kemudian bersendawa dan nampaknya akan muntah.
Malam itu Mario baru saja menghabiskan malam yang buruk dengan kalah berjudi dan ditolak oleh seorang gadis.
"Semua perempuan itu sama saja. Hanya uang yang ada di otaknya. Sial!" Mario mengumpat sambil menggebrak meja, namun tidak mempengaruhi dua saudaranya yang lain untuk sekedar bertanya.
"Mir, bagi cuan," ketusnya. Miranti menyipitkan matanya, "mulai besok kau bisa mulai bekerja."
"Oh! Begitu .... " Marcel segera menahan agar Mario tak melanjutnya kata-katanya. Jika tidak, maka mereka bisa berdebat seharian dan saling melempar caci maki.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kamar Kost
RomansAda pepatah bijak mengatakan, jangan pernah menceritakan kelebihan, kebaikan pasangan kalian pada orang lain. Karena itu sama halnya membuka jalan dan memancing penasaran bagi orang lain untuk masuk ke dalam hubungan sebagai pihak ketiga. Begitu pu...