Bab 37

625 55 10
                                    

        Heri dan Ayahnya Nasya serta Andreas akhirnya sepakat untuk pergi ke rumah Ghana. Mencari kedua anak manusia yang raib secara tiba-tiba hari itu.

"Ghana ini suka sekali mencari masalah," Tuan Hermas mendengkus kesal menghubungi kenalan-kenalannya. Mungkin detektif atau orang-orang dengan kemampuan khusus mencari buronan.

"Ribet emang yang namanya mantan nggak move on nih. Rasanya kayak semacam gatal yang harus digaruk. Jadi lo garuk-garuk aja terus sampai rasanya lega tapi gatalnya gak hilang. Lo jadi nggak bisa berhenti menggaruk." Andreas bergumam sambil terus berusaha menghubungi ponsel Ghana dan Nasya bergantian.

"Ngomong apa sih lo, Yas." Nyonya Hermas menimpali dengan tatapan sinis.

Miranti dan Fani datang beberapa saat kemudian membawa satu orang cenayang. Paranormal yang konon katanya bisa menemukan orang hilang. Tenggelam terseret arus sungai maupun tersesat di hutan.

"Tapi, semua yang diketemukan dalam keadaan meninggal, Fan?" tanya Heri dengan sorot wajah tak percaya.

"Iya, yang penting ketemu, toh?"

Tuan Hermas mempersilahkan semua orang berkumpul di ruang tengah sambil menunggu hasil penerawangan paranormal tersebut.

Dari lubuk hati yang paling dalam, sesungguhnya baik Heri maupun Ayahnya Nasya tidak sepakat dengan langkah yang diambil Fani dan keluarga Ghana saat melibatkan hal-hal yang bersifat syirik.

Fani dan orang tua Ghana berdalih, tidak ada cara lain untuk menemukan keduanya selain meminta bantuan seorang cenayang.

Fani terlalu cemas sampai-sampai bertanya pada kenalan-kenalannya untuk mencari tahu bagaimana cara menemukan orang hilang selain membuat laporan ke aparat.

"Mereka sudah tenang di alam kubur," ucap cenayang itu sambil memejamkan mata. Mulutnya komat-kamit membaca mantera lalu tiba-tiba saja dia menyemburkan air dari dalam mulutnya.

'Bush!'

Seketika itu juga Fani, Miranti dan Nyonya Hermas tersentak dan lari tunggang langgang menjauh.

"Apa itu, Mbah?" Andreas jadi basah kuyub terkena semburan airnya karena berada di jarak terdekat dengan paranormal tersebut.

"Keluarga ini dilingkupi oleh aura jahat. Kalian semua ..." Cenayang menunjuk ke arah Heri dan Ayahnya Nasya, "keluar dari rumah ini!"

Seketika Heri berdiri tanpa banyak bertanya lagi, diikuti oleh Ayahnya Nasya, Andreas dan juga Miranti.

Empat orang itu justru berkumpul di teras rumah untuk bersiap membuat laporan tentang orang hilang di kantor polisi. Kecemasan mereka semakin tidak terbendung kala senja telah berganti malam.

"Memangnya sekarang nggak harus menunggu dua puluh empat jam dulu ya, membuat laporan orang hilang, Ndre?" tanya Miranti kepada Andreas.

"Nggak perlu. Dua puluh empat jam itu biasanya digunakan polisi untuk memberikan nasehat kepada orang tua atau keluarga yang kehilangan anggota keluarganya, memastikan agar mencari dahulu di sekitar lingkungannya, seperti teman maupun saudara lainnya. Advice untuk pencarian di sekitar lingkungan pelapor, semacam itu."

Heri, Ayah dan juga Andreas segera bergegas ke kantor polisi untuk membuat laporan sedangkan Miranti menghubungi salah satu saudaranya untuk meminta bantuan agar bisa menemukan lokasi terakhir nomer telpon Nasya dan Ghana.

Gadis itu merasa cemas jika sampai lokasi terakhir yang disebutkan adalah sebuah gedung yang memiliki kamar, mengingat perangai Ghana yang begitu penasaran untuk mencicipi manisnya cinta bersama Nasya.

"Jangan, ya Tuhan. Gue benci ingatan gue tentang siapa Ghana," lirih Miranti sambil menoleh ke arah pintu rumah Ghana, di mana cenayang telah berdiri untuk melakukan sebuah ritual.

Kamar KostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang