Ghana menunduk mengusap gundukan tanah yang masih basah dengan nisan bertuliskan nama ayahnya.
Di balik bingkai kaca mata hitam , pemuda yang berubah menjadi sosok berbeda namun sangat rapuh sepeninggal Tuan Hermas. Berkali-kali Andreas mengajaknya berdiri meninggalkan pusara tersebut karena para peziarah sudah kembali, menyisakan mereka berempat.
Ghana, Andreas, Heri dan juga Bilal.
Teman-teman yang paling terpukul ketika mendengarkan kematian Tuan Hermas. Mereka seolah tak peduli dengan masa lalu Ghana yang sering kali menyusahkan bahkan keterlaluan dalam bertindak. Bagi mereka, Ghana pasti bisa belajar sesuatu dari musibah yang menimpa keluarganya.
"Ghan, ini sudah senja, kita pulang?" Andreas berjongkok sambil merangkul Ghana yang terlihat masih enggan untuk beranjak.
Tatapan Ghana sangat kosong, memandang hampa ke arah gundukan tanah yang menimbun jasad laki-laki sekaligus guru dalam hidupnya. Saat dokter menyatakan bahwa Tuan Hermas sudah kehilangan napasnya, Ghana seperti tersadar bahwa selama ini dia belum melakukan apa-apa yang sekiranya bisa membuat ayahnya bangga, selain terus menghamburkan uang dan mengejar hasrat berpetualang.
"Pulang? Pulang ke mana, Ndre?" Ghana mengusap air mata dengan lengan bajunya.
Peci berwarna hitam yang menghiasi kepalanya sudah ternoda oleh bekas tanah liat basah berasal dari cipratan tangannya. Sesekali terdengar isak tangis tertahan dari laki-laki yang biasanya berdiri tegar dengan banyak kemewahan tersebut.
"Gue mau pulang, Heri mau balik ke kantor, Bilal mau dinas, elo?"
"Bunuh aja gue, Ndre. Please ... hidup gue bener-bener nggak guna kalau begini."
"Lebih nggak berguna lagi kalau elo mati, Ghan. Nyokap lo," ucap Andreas sambil menepuk bahu Ghana.
Nyonya Hermas beberapa kali tak sadarkan diri sampai akhirnya dibopong ke dalam mobil, kemudian dilarikan ke rumah sakit. Banyak hal yang belum sempat dia ceritakan kepada mendiang suaminya, antara lain aib di masa lalu, bahwa diam-diam, Nyonya Hermas pernah memiliki anak dari laki-laki lain.
lebih tepatnya ketika Tuan Hermas mengurus proyeknya di luar negeri selama beberapa bulan lamanya, Nyonya Hermas begitu kesepian, sehingga sering menghabiskan waktunya bersama teman-teman di kelab malam.
Ketika itu dia berkenalan dengan seorang bartender yang membutuhkan uang, sedangkan ia sendiri begitu merindukan sebuah kehangatan. Dosa itu dengan mudahnya terjadi bahkan benih-benih perbuatan mereka bertumbuh di rahim Nyonya Hermas tanpa bisa dicegah.
Kehamilan yang berulang kali coba digugurkan, nyatanya justru semakin kuat dan lahir dengan selamat tanpa sempat diketahui oleh siapapun kecuali Nyonya Hermas, Bartender dan juga Tuhan. Keduanya sepakat untuk menitipkan bayinya di depan rumah seorang keluarga kaya raya kenalan Tuan Hermas.
Bayi perempuan itu akhirnya di beri nama Tania oleh keluarga Pak Deri.
****
Nasya dan Heri akhirnya diperbolehkan pindah ke rumah baru mereka dan hidup mandiri. Bukan perkara mudah karena menyesuaikan satu sama lain saja sudah cukup sering menjadi kesalah pahaman bagi keduanya. Apalagi tinggal terpisah dengan orang tua, otomatis Nasya harus benar-benar mengambil peran penuh sebagai seorang istri.
"Kasihan banget Ghana, kayak syok gitu, bapaknya nggak ada," ucap Heri sambil memastikan letak kaligrafi di dinding benar-benar simetris.
Rumah mereka tidak terlalu luas, hanya memiliki dua kamar dan satu kamar mandi. Dapur dan ruang makan kecil, namun cukup nyaman untuk ditinggali. Babak baru kehidupan rumah tangga akan segera mereka jalani berdua
KAMU SEDANG MEMBACA
Kamar Kost
Любовные романыAda pepatah bijak mengatakan, jangan pernah menceritakan kelebihan, kebaikan pasangan kalian pada orang lain. Karena itu sama halnya membuka jalan dan memancing penasaran bagi orang lain untuk masuk ke dalam hubungan sebagai pihak ketiga. Begitu pu...