Bab 24

823 78 6
                                    


Bilal hanya terdiam dan merasa serba salah dengan sikap Miranti. Untung saja beberapa saat kemudian mobil ambulance dan beberapa petugas medis tiba.

Pemilik kost dan semua yang terlibat dalam aksi penyelamatan Nela akhirnya dimintai keterangan oleh aparat yang berwenang sebagai saksi.

Sedangkan Miranti sudah memberitahukan semua hal yang terjadi pada Nela di grup. Semua bagian dari teman-teman mereka panik termasuk Ghana. Dia takut jika sampai Nela tidak selamat, akan banyak ditemukan sidik jari miliknya di kamar kost Nela.

"Celaka. Matilah aku," umpatnya sambil meremas-remas rambut. Berjalan mondar-mandir penuh kekhawatiran. Sampai akhirnya Ghana memutuskan menghubungi Andreas untuk meminta nasehat.

"Oh, lu udah di rumah sakit nih?" tanya Andreas yang saat itu tengah menemani Fani spa di salah satu salon. Paket perawatan menjelang pernikahan.

"Ya belum, Ndre."

"Maksudnya habis ngamar sama Nela gimana sih, lu kalau ngomong jangan ngode dong. Gua dah lama nggak ikut Pramuka. Nggak bisa baca kode-kodean."

"Gua sama Nela habis mantap-mantap."

Andreas terbelalak mendengar pengakuan sahabatnya. Seharusnya Ghana memikirkan konsekwensi tuntutan hukum karena menabrak Heri dan Nasya dengan sengaja, namun justru dia membuat masalah baru.

Melakukan tindakan asusila yang menyebabkan seorang gadis melakukan percobaan bunuh diri.

"Lu bisa dituntut pasal berlapis-lapis, Ghan. Lagian lu! Ah ... capek gua nasehatin." Andreas memutuskan mengakhiri pembicaraannya dengan Ghana.

Andreas merasa lelah membantu Ghana kali ini. Pemuda itu kaya raya namun juga suka sekali membuat masalah. Masih basah dalam ingatannya saat Ghana berkata dengan sengaja menabrak Heri dan Nasya sehingga susah payah Andreas harus meminta bantuan koneksi-koneksinya untuk bisa diselesaikan secara kekeluargaan.

Beberapa waktu yang lalu, Ghana juga pernah berurusan dengan aparat karena mencium pedagang kaki lima dalam keadaan mabuk. Bukan kaleng-kaleng, masalahnya pedagang tersebut sudah berusia lima puluh tahun dan berjenis kelamin pria.

Andreas merasa ingin marah kali ini namun bagaimanapun juga sebagai sahabat, dia justru takut bahwa Ghana akan melakukan hal-hal bodoh.

Pemuda itu menatap nanar tas wanita milik Fani yang bergelantung di bahunya. Andreas bukannya takut berurusan dengan hukum namun meninggalkan Fani di salon, sungguh membuat nyalinya menciut.

Fani akan marah besar, tidak mau berbicara maupun membalas pesan darinya dan lebih gawat lagi, gadis itu tidak akan mau makan hingga penyakit maagnya kambuh.

Jika penyakit maagnya kambuh maka dia akan merasa sangat bersalah. Pemuda itu berusaha mencari jalan tengah dengan meminta nasehat dari Heri. Satu-satu pria waras yang dia kenal sekaligus mengenal Ghana.

"Heri, kamu di mana? Baca di grup nggak?" Andreas mengusap wajahnya karena merasa aneh harus meminta pendapat pada korban tabrakan yang dilakukan oleh Ghana.

"Baru sampai rumah. Kenapa, Pak? Kamu gugup banget kayak mau nembak cewek."

"Nela, bunuh diri."

"Innalillahi ...."

"Belum mati, Pak."

"Syukurlah. Terus gimana dia sekarang. Sorry aku nggak bisa bantu banyak kali ini. Nggak apa-apa ya?"

"Nggak apa-apa. Harusnya malah aku yang bantu kamu. Tapi ...."

"Tapi apa?" Heri tertatih sepulangnya dari rumah sakit, setelah beberapa waktu berusaha kuat dan tegar di hadapan Nasya.

Kamar KostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang