Bab 38

665 59 9
                                    


    Nasya dan Ghana dilarikan ke rumah sakit terdekat. Hanya Ghana yang dibawa dengan ambulan sedangkan Nasya dibaringkan di mobil bak terbuka milik Pembina Pramuka.

"Kenapa ambulan yang datang cuma satu, Kak?" tanya anggota Pramuka yang duduk bersama Nasya di belakang. Pembina hanya mengangkat bahu, tidak menjawab apapun.

Mobil ambulan dan milik peserta Pramuka melaju kencang membelah malam menuju ke rumah sakit. Kebetulan di ruang unit gawat darurat, pasien tidak terlalu banyak saat itu.

"Oke. Luka bakar?" ucap Dokter Niko, yang malam itu sedang mendapat giliran berjaga.

"Luka bakar, yang satunya juga tapi tidak terlalu ...." Pembina melihat tubuh Nasya diangkat oleh anggota Pramuka lainnya.

"Terlalu ... apa?" Dokter Niko menatap sinis sambil memberi aba-aba agar ruangan itu disterilkan dari banyak orang.

Dokter Niko menghampiri Nasya. Menyibak anak rambut yang menutup wajahnya. Dokter berperawakan tinggi itu mengernyit dengan sorot mata meredup.

"Ya ampun, kamu terbakar ya," lirih Dokter Niko sambil memeriksa keadaan Nasya.

Penemuan dua sosok yang nyaris terbakar itu tentu saja langsung disebar luaskan karena tidak ditemukan identitas apapun pada tubuh keduanya.

Miranti bersama beberapa orang dari keluarga Ghana menuju ke tempat terakhir, di mana ponsel mereka masih bisa terdeteksi. Suatu area pemakaman yang di pinggiran kota.

"Lo nggak salah nih lokasinya, Cel?" tanya Miranti kepada saudaranya yang bisa melacak perangkat komunikasi bersinyal.

"Nggak salah, lo cek aja ke alamat yang gue kirim barusan."

"Oke, thanks ya. Gue ke sana sekarang."

Ayah Ghana yang berada di dalam satu kendaraan bersama Miranti mengernyit kebingungan, untuk apa Ghana dan Nasya berada di pekuburan.

Iring-iringan mobil yang menuju ke sana akhirnya tiba dalam beberapa menit. Malam yang semakin pekat membuat mereka memutuskan untuk tetap menyalakan lampu kendaraan sebagai penerangan, berpencar ke sekeliling tempat hingga mendapatkan mobil Ghana di sudut lain terbungkus terpal usang.

"Nasya!" Miranti memekik saat pintu mobil berhasil dibuka namun sayangnya tidak ada siapapun di dalamnya.

Gadis itu mengambil ponsel Ghana dan milik Nasya, memeriksa komunikasi terakhir mereka.

Miranti duduk di atas sebuah batu besar membaca satu persatu pesan-pesan di sana dengan seksama sampai akhirnya kedua mata indah itu membulat.

"Celaka!" umpatnya saat melihat nomer Mario ada di antara pembahasan mencurigakan.

Di sana terlihat beberapa percakapan tentang uang, rencana menyingkirkan seseorang dan juga foto dua orang menelungkup yang di kirim oleh Mario.

Lebih membingungkan lagi saat Mario mengatakan, korban berhasil dilumpuhkan kepada Ghana padahal sosok di gambar itu adalah Ghana sendiri dan Nasya ada di sebelahnya.

"Ini ada apa sebenarnya? Lo dalam masalah besar kali ini, Mario." Miranti mengambil ponselnya untuk menghubungi Mario, Kakaknya.

Beberapa kali tersambung namun tidak ada jawaban.

Miranti termenung dan kembali membaca pesan-pesan di ponsel Ghana dengan seksama, berusaha menelusuri apa yang tengah direncanakan olehnya dan Mario.

Ghana mengirim uang ratusan juta ke rekening Mario dan satu perintah agar eksekusi harus rapi, jangan sampai meninggalkan bukti apapun sebagai petunjuk.

Kamar KostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang