Sejak hubungan Nasya dan Heri diresmikan dalam satu ikatan resmi, sebagai pasangan yang sedang menuju ke arah pernikahan, berbagai masalah timbul satu persatu.Selain keduanya yang masih belum saling benar-benar mengenal satu sama lainnya, orang-orang dari masa lalu mereka seakan tidak bisa menerima kenyataan ini.
Nela sangat tertekan oleh waktu yang diberikan keluarganya agar seorang laki-laki bertanggung jawab atas keadaan yang menimpa dirinya, mengandung dan keguguran.
"Bagaimana, Nel? Pacarmu sudah bicara dengan orang tuanya, kapan mereka akan datang melamar?" tanya Papanya Nela melalui sambungan telpon.
Nela hanya meneguk saliva, merasakan kerongkongan mengering serta kepala berdenyut-denyut. Dia tak mengira orang tuanya serius tentang tuntutan pernikahan itu.
Satu tangan mengurut pelipisnya sedangkan tangan lain bergetar menggenggam gawainya. Dia tidak bisa menemukan jalan keluar untuk masalahnya kali ini selain membuat Heri untuk menikahinya.
"Nela juga sedang menunggu, Pa. Sabar ya. Mas Heri butuh waktu sedikit lagi."
"Butuh waktu untuk apa? Untuk mencari mangsa lain agar bisa dirusak?"
"Pa, Mas Heri nggak seperti itu."
"Seperti apa laki-laki yang menghamili perempuan lalu tidak mau bertanggung jawab? Kau menyebut laki-laki seperti itu apa, Nela? Apa!"
Nela menggigit bibirnya mendengar suara Papa yang menggelegar, seolah langsung berteriak di telingan tanpa perantara apapun. Pria tengah baya itu begitu kesal karena Nela masih membela Heri.
"Di mana alamatnya? Biar papa ke sana!"
"Jangan, Pa. Please, beri kami sedikit waktu. Nela janji, semua akan berakhir baik."
"How long?"
"Satu bulan."
"Oke. Papa pegang kata-katamu."
Nela langsung mengusap wajahnya dan menghubungi Ghana untuk menceritakan segala permasalahannya. Wanita itu bingung kepada siapa harus mengadu atas segala tekanan yang diterimanya.
"Nela, aku sudah memberimu banyak uang. Kau mau apa lagi sekarang?" Ghana yang tengah memeriksa beberapa pekerjaan barunya sebagai konsultan desain interior terlihat gusar mendengar perkataan Nela.
"Uangmu membuat posisiku serba salah, Ghana. Mau kuapakan uangmu itu saat ini?"
Ghana menghela nafas panjang, menatap kolam renang yang terkena pantulan cahaya matahari. Begitu indah bagaikan hamparan permadani bercahaya menyilaukan.
Akan tetapi, hati Ghana merasa begitu hampa. Hubungannya dengan Nasya, yang semula tidak terlalu dianggap serius, nyatanya begitu dia rindukan kehangatannya.
Nasya memang bukan wanita sensual seperti Nela, justru dia sedikit naif namun Ghana merindukan sikap polos Nasya saat ini. Bagimana wanita itu selalu gugup setiap kali Ghana menciumnya, bahkan beberapa kali dia menghindar dengan alasan mulut Ghana berbau rokok.
"Nas, kenapa kita nggak pernah liburan berdua sih. Pasangan lain banyak tuh yang ke luar negeri berhari-hari. Honey moon."
"Ya mereka sudah menikah, Ghana. Kita ini apa?"
"Belum. Artis-artis juga banyak yang berlibur dengan pacarnya bahkan di posting. Ya toh akhirnya nanti menikah juga."
"Kalau akhirnya menikah, kalau akhirnya langsung datang malaikat pencabut nyawa gimana?"
Ghana mengangkat sebelah bibir bagian atas. Nasya selalu menolak keinginannya untuk melakukan lebih. Bahkan yang terjadi, Ghana sering berdebat dan mempertanyakan cinta Nasya padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kamar Kost
RomansaAda pepatah bijak mengatakan, jangan pernah menceritakan kelebihan, kebaikan pasangan kalian pada orang lain. Karena itu sama halnya membuka jalan dan memancing penasaran bagi orang lain untuk masuk ke dalam hubungan sebagai pihak ketiga. Begitu pu...