Bab 23

799 76 13
                                    

Nela bersiap dengan kematiannya sendiri. Seutas tali telah diikat menggantung dengan bangku plastik di bawahnya. Gadis itu merasa tiba di titik paling rendah kehidupannya sebagai seorang manusia.

Pintu kamar kost telah dikunci dan terganjal oleh beberapa barang. Untuk sesaat, Nela melakukan ibadah untuk terakhir kali sebelum menjemput ajalnya.

"Mama ... Papa ... Nela minta maaf. Sudah menjadi anak yang tidak berbakti. Menggoreskan aib pada keluarga kita, semoga Papa dan Mama panjang umur dan selalu sehat ya," lirihnya dalam doa sambil memeluk sebuah bingkai foto kedua orang tuanya.

Wanita cantik itu sudah lelah melakukan banyak sekali kesalahan dalam hidupnya. Satu-satunya jalan mengakhiri adalah menghabisi nyawanya sendiri.

Sedangkan di sepanjang jalan, Fani terus saja menghubungi Andreas agar segera pulang. Wanita itu begitu takut dengan perkataan Nela yang memuja, memuji calon suaminya dengan nada bicara menggoda.

"Sayang, udah di sini aja. Kenapa sih?" ucap Andreas saat melihat Fani yang membuka pagar rumah untuknya. Pemuda itu tertawa aneh melihat Fani nampak begitu gusar tanpa sebab.

"Kamu dari mana sih, Beibs. Kamu selingkuh ya?" Fani langsung menuduhnya dengan intonasi cemburu.

"Wow ... ada apa ini? Kamu lagi latihan casting acara putusin aja ya?"

"Nggak usah ngelucu. Apa lucunya laki-laki selingkuh sih?"

Andreas mencekal kedua lengan Fani dan menatapnya dalam-dalam, seolah ingin menyelami isi hati wanita yang sebentar lagi akan menjadi istrinya.

Keduanya nampak mengatur nafas masing-masing, Andreas mendekap Fani dengan wajah membenam di dadanya.

"Kamu kalau marah yang jelas, Hun. Aku bukan Mbah Mijon atau Mbak Yeay yang bisa baca pikiran orang. Oke?"

"Aku nggak suka kamu dekat sama cewek-cewek, Beibs. Kita mau nikah loh. Kamu malah jalan sama orang lain dan aku dicuekin. Kamu malah dadah-dadah."

"Ya ampun, kamu cemburu sama Bilal. Hun, dia tuh cowok tulen. Kamu kira aku nggak normal apa suka sama laki-laki."

"Kita sudah mau nikah loh, Beibs. Kamu nggak bisa kayak gini terus? Kamu kebanyakan tebar pesona sama cewek-cewek."

Andreas mengernyit sambil berkaca pada kaca pintu mobil, merapikan jambulnya yang mendadak kempes.

"Kamu maunya gimana sih, Hun. Kalau aku jelek, ntar kamu malu punya suami jelek. Aku gantengnya level standar ganda begini, kamu cemburu. Kamu mau wajahku bisa distel apa gimana sih?"

Fani tertawa mendengarkan perkataan Andreas seperti biasa, ringan, sedikit menyebalkan namun begitu membuatnya selalu bahagia.

Gadis itu kembali pada realita bahwa Andreas tetaplah miliknya. Tidak semestinya timbul keraguan dalam hati apalagi jika itu karena ucapan wanita lain seperti Nela.

Sejenak, Fani menahan nafas ketika mendapati pesan permintaan maaf dari Nela. Permintaan maaf yang begitu janggal diucapkan ketika momen biasa dan bukan hari raya.

[Terima kasih untuk hari ini, Fan. Maaf lahir dan batin. Semoga lancar acara nikahannya sama Andre. Maaf, baju bridesmaidnya nggak sempat dijahit. Semoga bahagia selamanya.]

Fani merenggangkan pelukan dan menunjukkan ponselnya pada Andreas.

***

Miranti dan Bilal yang menghabiskan waktu berdua terlihat asyik membahas tentang omong kosong. Basa-basi khas dua insan kasmaran membahas tentang hidup yang ingin mereka jalani.

"Memangnya kamu nggak punya target kapan mau married, Bil? Paling tidak ya, rencana ke sana. Someone special?" tanya Miranti sambil mengulum senyum.

Kamar KostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang