Bab 20

912 87 6
                                    

Tindakan Ghana mengakibatkan dirinya harus berurusan dengan aparat berwenang. Untung saja Andreas memiliki banyak koneksi agar bisa diselesaikan dengan jalur kekeluargaan.

Setelah perundingan yang lumayan alot, akhirnya Ghana memiliki kesempatan untuk meminta maaf, ganti rugi atas segala perbuatannya.

Andreas yang sudah mengetahui rumah sakit tempat Heri dan Nasya dirawat, akhirnya berkunjung ke sana sebagai salah satu syarat itikad baik penyelesaian dengan jalur kekeluargaan.

Ghana harus meminta maaf dan bertanggung jawab.

"Lu gimana bisa numbur mereka sih, Ghan? Emangnya nggak lihat gitu?" tanya Andreas sepanjang jalan.

"Lihat."

Bilal dan Andreas yang duduk di kursi bagian depan saling menoleh dengan sorot mata bingung.

"Oh, mau menginjak rem tapi malah  injak pedal gas ya?" Bilal ikut penasaran.

"Nggak. Sengaja menginjak gas."

Andreas langsung mengambil lajur kiri untuk berhenti sesaat. Sebagai sesama laki-laki, dia merasa perlu mendengarkan apa yang sesungguhnya terjadi agar tidak salah langkah.

Bilal mengernyit karena dia memang tidak mengerti tentang apa yang sedang terjadi.

"Lu kriminil namanya, Bray. Bisa dituntut masuk penjara kalau begitu. Tindakan kesengajaan. Lu kenapa dah?" Andreas terlihat serius kali ini. Laki-laki itu sangat jarang terlihat serius, kecuali untuk masalah yang sekiranya merugikan orang lain.

Ghana memalingkan wajah ke arah luar jendela. Mengamati satu persatu kendaraan yang berlalu lalang. Cuaca sudah begitu terik saat ketiga pemuda itu memilih menyelesaikan masalah sebelum menemui Heri dan Nasya.

"Lu nggak usah ikut campur urusan gua. Setidaknya kali ini, lu nggak akan ngerti." Ghana menjawab dengan nada bicara datar.

"Kayaknya lu yang nggak ngerti, Ghan. Lu sudah mencelakai teman-teman kita sendiri. Nasya apalagi. Mantan cewek lu. Ya ampun Tuhan."

Bilal menepuk lengan Andreas untuk sekedar menenangkan dirinya. Kali ini tak ada senyum konyol di wajah Notaris  muda itu. Ghana salah dan dia bertindak sebagai penjamin tentu sangat terkejut saat mengetahui, laki-laki itu dengan sengaja melakukannya.

Andreas menghubungi Fani dan Miranti untuk mengabarkan bahwa saat ini Nasya sedang berada di rumah sakit untuk mendapatkan penanganan. Namun saat nama Bilal disebut, hanya Miranti yang langsung menuju rumah sakit.

Gadis itu memang sedang dalam penjajakan untuk lebih dekat dengan Bilal. Sehingga setiap kali ada kesempatan bertemu tak pernah dilewatkan sedikitpun.

Meskipun Bilal sering menceritakan perihal Ibunya yang begitu selektif memilihkan pasangan. Miranti begitu menyukai cara Bilal memperlakukan wanita dan menghormati Ibunya.

Untuk ukuran Dokter muda yang tampan, Bilal terlihat bukanlah petualang cinta. Miranti tidak perlu cemas jika beberapa gadis mengklaim pernah mengisi hati seorang pria seperti Bilal.

"Dokter pernah grogi merawat pasien?" Kenang Miranti saat dia untuk kedua kalinya harus mendapatkan penanganan kesehatan dari Bilal karena diduga terkena penyakit tipes.

"Grogi. Tidak. Kalau grogi akan merusak konsentrasi saya."

"Tapi Dokter terlihat berkeringat. Dokter sakit?"

"Sakit? Tidak. Saya selalu berkeringat jika sedang memeriksa gadis cantik."

Miranti mengulum senyum sampai tak berani menatap Bilal. Sedikit bertele-tele mendekati Bilal namun itu suatu tantangan yang menyenangkan bagi petualang seperti Miranti.

Kamar KostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang