Tepat pukul satu dini hari, Heri dan Nasya tiba di sebuah hotel bintang lima pusat kota Jakarta. Jalanan kota yang seakan tak pernah sepi dari aktifitas penikmat dunia malam saat itu, justru menjadi hiburan tersendiri bagi mereka.
Pasalnya ini baru pertama kali mereka berdua bersama di tempat asing, tepat di saat malam pertama menjadi pasangan suami istri. Nasya bahkan berkali-kali merasa cemas jika sampai kedua orang tua mencarinya karena tidak pulang.
Kamar yang dibooking via online itu tidak dipesan secara khusus, hanya tipe superior dengan ukuran ranjang lumayan besar untuk mereka berdua.
"Sya, ayo masuk. Kamu kenapa malah berdiri di situ?" Heri tertawa saat melihat Nasya mematung di depan pintu. Gadis itu benar-benar gugup sekaligus takut.
Nasya tidak tahu apa yang harus dilakukan jika sampai dirinya memasuki kamar itu, meskipun Fani sudah memberikan tutorial di awal agar dia berpura-pura lemah agar tidak salah tingkah.
"Pelajari situasi, di titik mana kamu bisa menyerang tapi karena masih baru ya pura-pura lugu aja dulu, Sya. Pasif, biarkan dia yang mengarahkan. Kamu tinggal berimprovisasi." Fani beberapa kali mengatakan itu, masalahnya adalah Fani sudah lama berpacaran dengan Andreas sebelum menikah.
Sangat berbeda statusnya dengan Heri yang mendadak bertunangan, lalu berhubungan layaknya teman, kemudian menikah. Nasya merasa sangat grogi bila harus berduaan dengan Heri di kamar hotel.
"Mau digendong?" Heri mengulurkan tangan, meminta Nasya masuk ke dalam.
"Pintunya nggak usah ditutup ya. Ntar dikira orang, kita ngapain lagi di dalam." Nasya menggigit kuku jari-jarinya.
"Dimarahin pihak hotel kalau nggak ditutup."
Heri menutup perlahan dan langsung mengunci pintu kamarnya. Sementara Nasya masih meremas-remas ujung kancing jaket yang dikenakan. Kakinya mendadak lemah saat Heri mendekat, membantunya membuka jaket dan hijab instan di kepala.
Pemuda itu juga meletakkan tas pakaian mereka di dalam lemari, meski sebelumnya ia mengambil sajadah kecil karena merasa belum menunaikan sholat Isya'.
"Mau jama'ah?" tanya Heri yang disambut anggukan oleh Nasya.
Sedikit melegakan ketika masih ada jeda waktu selagi mereka berdua menunaikan sholat bersama-sama. Setidaknya Nasya merasa sesuatu yang dingin nan indah saat melihat Heri yang menjadi Imamnya.
Pemuda yang tiba-tiba saja menikahi tanpa banyak basa-basi. Menjadi satu-satunya cinta dalam hidupnya dan malam itu menjadi laki-laki yang pertama menyentuhnya.
Nasya hanya duduk di tepi ranjang sedangkan Heri di sisi yang lain. Kedua anak manusia itu sama-sama bingung untuk memulai. Hanya diam membisu hingga pukul setengah tiga pagi tanpa melakukan apa-apa.
"Sya, hhmm ... tidur yuk." Heri akhirnya memberanikan diri.
"Ayok. Aku ngadep kanan, Mas ngadep kiri ya."
"Kok gitu, kita di sunnahkan tidur ngadep kanan loh."
Mereka berdua lagi-lagi saling diam. Begitu susahnya memulai percakapan yang menjurus membuat Nasya akhirnya merasa benar-benar mengantuk.
"Aku tidur di kursi aja, ya." Nasya beranjak dari ranjang menuju sofa yang ukurannya hanya muat untuk satu orang saja.
"Tidur di sini saja, Sya. Kita sama-sama." Heri mengangguk, meyakinkan Nasya bahwa ini adalah waktunya.
Nasya menurut saja dan kembali ke atas ranjang. Gadis itu mengulas senyum karena di balik baju tidur panjang bergambar bunga matahari yang dikenakannya, sudah terpasang gaun seksi berbentuk jaring-jaring berwarna hitam hadiah dari Miranti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kamar Kost
RomanceAda pepatah bijak mengatakan, jangan pernah menceritakan kelebihan, kebaikan pasangan kalian pada orang lain. Karena itu sama halnya membuka jalan dan memancing penasaran bagi orang lain untuk masuk ke dalam hubungan sebagai pihak ketiga. Begitu pu...