Keadaan semakin memalukan, sekaligus memilukan ketika Heri bisa-bisanya berkelakar di hadapan banyak orang."Nasya, terima kasih sudah dandan all out begini. Ah, jantung saya hampir copot tadi. Kirain langsung akad. Saya sudah mikir, dimana bisa sewa baju India buat pengantin laki-laki kalau dadakan."
Sekonyong-konyong semua tertawa terbahak-bahak bahkan kulihat Andreas sampai kepalanya terbentur dinding saking merasa geli. Kedua temanku yang menjadi biang keladi semua ini bahkan wajahnya sampai merah. Mungkin mereka tidak sadar bahwa penampilan kami sama.
Bibirku rasanya kelu. Ingin menjawab namun seakan tak ada daya. Satu-satunya yang bisa kulakukan hanyalah pasrah. Hingga kami berdua kembali duduk di tengah orang tua masing-masing.
Topik pembicaraan berikutnya adalah menentukan kapan pernikahan akan digelar. Seharusnya ini hanya perkenalan biasa tapi entah kenapa jadinya menjurus ke arah serius.
"Empat bulan lagi bagaimana, Mas?" Ayahku bertanya pada Heri. Cukup membuat hatiku cemas, kenapa Ayah tidak bertanya dulu padaku. Empat bulan itu bukan waktu yang lama untuk saling mengenal.
Aku bahkan tidak tahu tanggal lahirnya Heri, apa kesukaannya, apa yang dia tidak sukai, hobinya. Blank. Aku benar-benar masih orang asing untuknya.
"Empat bulan?" Heri menyahut tak sengaja, nampaknya.
"Empat bulan?" Refleks, aku juga menimpali dengan kalimat yang sama.
Kami saling berpandangan dengan tatapan entah. Kemudian melempar senyum yang menurutku sedikit nakal. Senyum dua anak manusia yang kebelet kawin.
"Kelamaan?" Bapaknya Heri menoleh bertanya kepada anak laki-lakinya. Heri malah mengangkat sebelah alisnya sambil memicingkan mata ke arahku. Meminta jawaban.
Ini kenapa jadi seakan aku yang kebelet.
Semua mata mengarah padaku. Termasuk Ayah dan Ibu. Andreas terlihat mengulum bibirnya dengan tegang, sedangkan Fani dan Miranti nampak saling bersiap berpelukan.
"Terserah saja," ucapku perlahan. Heri menggigit bibir bagian bawahnya dengan cemas.
"Oke, nampaknya kedua calon pengantin butuh diskusi. Kita isi tenaga dulu, ayo Bapak-Ibu, kita makan dulu. Nyicipin masakannya Mba Nasya." Pamanku memecah hening sambil mengerling ke arahku.
Alhamdulillah.
Para tetua akhirnya makan terlebih dahulu, sedangkan aku dan Heri masih bergeming duduk di tempat masing-masing.
Dadaku berdegub kencang. Sorot mata kami saling menghujam satu sama lain. Sampai-sampai aku menyerah. Kualihkan pandanganku sambil tersipu dan Heri mengarahkan jarinya, melipat kelingking,jari manis serta jari tengah.
Membentuk sebuah pistol dan mengarahkan sambil membidik ke arahku.
Dorr!
Sial. Kenapa aku jadi tertawa. Ya sesuatu memang terasa menembus jantung ini, aku merasa kritis. Butuh bantuan tapi bukan nafas buatan, lebih dari itu. Rasanya aku ingin pingsan.
Tiba-tiba, Miranti menarik tanganku untuk berfoto bersama. Di depan halaman rumah, banyak keluarga serta para tetangga meminta berfoto bersama Miranti serta Fani.
Mereka pikir, kedua temanku ini penari dari gurun mungkin. Pemandangan yang lebih menggelikan adalah, Andreas yang membantu orang-orang itu mengambil gambar.
"Siap? Agak mepet dikit tapi jangan miring, iya begitu ... mulutnya mangap tapi giginya di kondisikan." Andreas terkikik tiap kali memberikan arahan.
Sedangkan aku dan Miranti asyik berselfie hingga di dalam frame, nampak sosok yang mengejutkan kami berdua.
"Ikutan dong, Ladies." Ghana menyela sambil tersenyum dengan tubuh yang nyaris tanpa jarak menempel padaku.
What. Ghana.
Aku dan Miranti sama-sama gugup seketika melihat kedatangan Ghana. Laki-laki itu nampak rapi dengan kemeja dan seikat bunga. Meskipun masih mengenakan tongkat namun secara keseluruhan, tidak banyak yang berubah dari dirinya.
"Ghan, lu ... ngapain ke sini?" Miranti langsung mengambil posisi di tengah-tengah antara aku dan Ghana.
"Loh, memang kenapa. Ini rumah pacarku, ada apa sih ini rame-rame? Kalian ... kenapa pada dandan kayak orang India?"
Ghana mengambil ponsel dan mengangkatnya lebih tinggi ke arah kami bertiga. Miranti malah mengangkat dua jari tangan dan beraksi.
"Ueh. Kalian belum jawab, ada acara apa nih? Tega banget nggak ngundang-ngundang?" Ghana terus saja mencecar kami berdua.
Andreas yang tertawa-tawa setelah pacarnya jadi korban poto-poto, berjalan mendekati kami bertiga. Fani terlihat cemas dari kejauhan, kalau-kalau Andreas mengatakan hal-hal yang seharusnya tidak perlu dibicarakan.
Benar saja.
"Eh, Ghana. Wahh. Salute gua. Lu berlapang dada datang ke acara mantan lu sendiri. Memang begitu seharusnya laki-laki. Gentleman."
"Ngomong apa sih lu, Ndre?" Miranti sudah berusaha mendorong tubuh Andreas agar menjauh namun Ghana terlanjur menangkap sesuatu yang tidak beres padaku.
Pergelangan tanganku dicekal kuat oleh Ghana sambil memicingkan sebelah matanya,"ini apa, Sya? Ngomong yang jujur!"
Ghana semakin menarik tanganku, memelintirnya dengan keras hingga rasanya aku mulai kesakitan.
"Ghan, ada apa?" Heri berusaha melepaskan tangan Ghan yang sudah terasa menyakitiku.
"Kamu yang ada apa? Kenapa kamu Heri. Kenapa selalu ada kamu antara aku dan Nasya? Hah!"
Ghana menghempas tanganku sangat kasar, kemudian Heri berdiri di antara aku dan Ghana. Wajah Heri sangat tegang tak seperti biasanya. Kedua tangannya mengepal mambuatku sungguh sangat ketakutan.
"Kamu kasar sama perempuan saja itu sudah sangat salah, apalagi menyakiti dia!" Heri berbicara dengan nada yang tak pernah kudengar sebelumnya.
"Kau siapa, Heri? Bapaknya?"
"Aku calon suaminya Nasya."
Satu pukulan telak mendarat di wajah Heri dari Ghana dengan sangat keras. Heri hanya terhuyung ke belakang sambil mengusap pipinya yang merah.
"Lawan aku, pengecut! Pukul aku, Heri. Kita berkelahi secara jantan."
Ghana membuang tongkat penyangga miliknya dan merentangkan kedua tangannya, menantang agar Heri membalas pukulannya.
🌻🌻
Finally selesai juga pindahin perpart cerbung ini di wp.
Enjoy n aku minta komen sama votenya ya gaes.
Ghana
Heri
KAMU SEDANG MEMBACA
Kamar Kost
RomanceAda pepatah bijak mengatakan, jangan pernah menceritakan kelebihan, kebaikan pasangan kalian pada orang lain. Karena itu sama halnya membuka jalan dan memancing penasaran bagi orang lain untuk masuk ke dalam hubungan sebagai pihak ketiga. Begitu pu...