Bab 43

706 65 9
                                    


Pernikahan Andreas dan Fani digelar begitu mewah di sebuah hotel berbintang, mengusung tema garden party. Kedua mempelai nampak begitu bahagia membaur dengan para tamu undangan.

Fani begitu cantik bagaikan putri dari film-film disney dengan gaun sangat indah dan bisa menyala dalam gelap bagian bawahnya. Pasangan yang benar-benar serasi, apalagi Andreas dengan tubuh tegapnya membuat para wanita dewasa sulit untuk tidak berdecak mengaguminya.

Sebelumnya, mereka semua menjalani ritual kekinian seperti pesta lajang serta serentetan acara adat yang lumayan melelahkan. Meskipun pada saat resepsi digelar secara internasional, namun beberapa upacara adat tetap dilakukan sebelumnya.

"Fani cantik banget sumpah, sukses dietnya." Bilal kelepasan bicara saat malam sebelum acara pernikahan, saat Fani menjalani proses midodareni.

Miranti sedikit kesal karena Bilal seolah tidak menganggap dirinya ada padahal saat itu Heri juga mengatakan hal yang serupa. Memuji Fani sangat cantik seperti boneka lilin yang sempurna.

"Iya, Fani memang cantik. Kenapa nggak dari dulu aja suka sama Fani?" Nasya melipat tangan di dada sambil menyandarkan tubuhnya.

"Karena hatinya nggak memilih dia." Heri menanggapinya sangat santai.

Laki-laki memang kurang peka dengan perasaan wanita. Bagi mereka, memuji dan menyatakan kekaguman adalah hal biasa tanpa perlu dibesar-besarkan, padahal untuk wanita yang sedang bersamanya, itu sungguh jahat.

Saat acara midodareni, semua pengiring pengantin datang mengenakan seragam berbeda dengan pada waktu resepsi. Mereka mendapatkan baju koko berlengan pendek dan para wanita memperoleh baju kurung dengan aksen sederhana namun manis, rancangan Fani sendiri.

Nasya yang malam itu juga nampak mempesona, terlihat kesal sejak awal karena beberapa alasan. Heri lupa menjemputnya dari kantor ke rumah sehingga mereka semua tiba di tempat acara dengan waktu yang sangat mepet, membuat acara poto-poto urung dilakukan.

"Kenapa nggak cari cewek yang mirip Fani kalau begitu?" Nasya terus saja menggerutu kesal, membuat Heri justru merasa lucu.

"Kenapa harus cari cewek mirip Fani? Kalau ada yang lebih cantik."

Nasya menoleh ke arah lain padahal hatinya sedikit menghangat saat mendengarkan kata-kata Heri. Menjelang acara pernikahan, keduanya memang jadi sering bertengkar dan salah paham terkadang hanya karena masalah sepele.

Selain mengurus keperluan menikah, pekerjaan, mendadak ada-ada saja masalah yang tidak disangka-sangka termasuk saat Nela harus melakukan drama menjelang operasi beberapa hari sebelumnya.

Wanita itu mendadak ingin agar Heri menemaninya hingga ke ruang operasi. Hal paling aneh yang pernah terjadi, tentu saja pihak rumah sakit melarangnya karena dia tidak sedang menjalani persalinan dan Heri bukanlah siapa-siapa.

Kedua orang tua Nela bahkan memarahi anaknya karena histeris meminta agar Heri jangan meninggalkan dia sendirian. Membuat perasaan Nasya juga ikut terluka.

"Maafin aku, Mas Heri. Maafin." Nela terus saja menahan tangan Heri saat perawat akan memindahkannya ke ruang operasi. Gadis itu seperti kehilangan akal sehat saat dokter memutuskan bahwa dia harus segera menjalani operasi pengangkatan rahim. Membuat Nela kehilangan kesempatan untuk merasakan mengandung dan melahirkan seorang anak.

Satu pukulan telak bagi Nela karena sebelumnya dia banyak menggunakan alat kontrasepsi ketika sedang bersenang-senang dan setelah hari itu, Nela tak lagi membutuhkannya.

"Bagaimana aku harus menjalani kehidupan setelah ini, Mas? Aku sudah cacat! Tidak akan ada pria manapun yang mau menjadikanku istri." Nela menangis pilu, membuat seisi kamar turut berderai air mata karena ikut merasakan penderitaan yang harus ditanggung Nela seumur hidup.

Kamar KostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang