Part 32

770 73 7
                                    


Ayah Nela datang ke rumah Ghana bersama dua petugas keamanan dan satu orang pengacara.

Kenalan-kenalannya.

Setelah sebelumnya menunjukkan bukti surat yang ditulis tangan oleh Nela, akhirnya didapat satu kesimpulan bahwa Pak Gito dibantu rekan-rekan akan meminta pertanggung jawaban Ghana.

Pria setengah baya itu juga tidak memberitahu Nela perihal rencananya ke rumah Ghana, sehingga semua yang terjadi benar-benar di luar kendali.

"Tunggu. Ada apa ini?" Tuan Hermas, orang tua Ghana yang kebetulan sedang berada di rumah sangat terkejut dengan kehadiran pria-pria sepantarannya dengan wajah kurang bahagia.

"Anda?" Pak Gito mengulurkan tangan dan mereka bersalaman.

"Hermas. Anda?"

"Gito, ayahnya Nela. Anda kenal Nela?"

Tuan Hermas mengangkat kedua bahu dengan sorot mata bingung, "who is Nela?"

"Anak anda pasti kenal." Pak Gito tersenyum dingin namun Tuan Hermas segera mempersilahkan tamu-tamunya untuk duduk.

Tuan Hermas yang baru pulang dari bepergian, terlihat begitu letih namun berusaha tetap menyambut tamu-tamunya dengan sopan. Sambil mengulas senyum hangat, lelaki berwajah tampan di usia senja itu meminta seorang pelayan untuk memanggil istrinya.

"Maaf jika mengganggu waktu istirahat, Pak Hermas." Pengacara mulai membuka pembicaraan sambil menggeser posisi duduknya sedikit maju.

"Oh. Santai. Relaks. Jadi, tentang kerja sama apa ini?" Tuan Hermas juga sedikit bergeser lebih maju di ujung sofa. Mengira bahwa orang-orang datang untuk menawarkan kerja sama bisnis dengannya.

Pak Gito hampir tersedak mendengar pertanyaan Tuan Hermas, tentu saja dia mereka berdua harus terlibat dalam sebuah kerja sama. Ghana harus menikahi Nela.

Suara ketukan langkah terburu-buru, menyita perhatian mereka semua. Nyonya Hermas. Wanita anggun namun memiliki sorot mata tajam bak seorang ahli propaganda, sinis menyelidik.

"Well. Ada apa, Dad?" Nyonya Hermas langsung duduk mengambil tempat sambil melipat tangan di dada.

"Bapak-bapak ini, Moms. Eh, belum bicara apa-apa sih kami. Oke, silahkan." Tuan Hermas mempersilahkan tamu-tamunya untuk bicara.

Pengacara mengeluarkan secarik kertas yang ditulis oleh Nela. Memberikannya kepada Tuan Hermas untuk dibaca.

Perlahan-lahan, seksama sampai akhirnya dia menyadari bahwa Ghana sedang terlibat dalam masalah serius.

"Saya bisa menghubungi pengacara dulu, sebelum kita bahas ini lebih jauh?" Tuan Hermas menyerahkan kertas itu kepada istrinya dan langsung menghubungi seseorang agar segera datang.

Reaksi berbeda diberikan oleh Nyonya Hermas yang justru tertawa kecil membaca surat Nela, "jadi masalahnya apa?" tanya wanita itu sambil mengempaskan duduknya.

"Kami butuh tanggung jawab saudara Ghana," jawab Pak Gito dengan suara bergetar.

"Tanggung jawab?" Nyonya Hermas menoleh tajam ke arah lain, "dalam surat ini tidak ada kata-kata seperti itu."

Pengacara menahan tubuh Pak Gito yang hendak menimpali kata-kata Nyonya Hermas.

"Kami yang ingin agar Ghana tanggung jawab, Nyonya." Pengacara mengambil alih percakapan.

"Begini. Anak-anak kita sudah dewasa, apa yang mereka lakukan pasti ada kemauan semacam hubungan simbiosis mutualisme dari keduanya, entah karena perasaan maupun ... ehm ... uang."

Kamar KostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang