Hai, para pembaca. Terima kasih atas semua waktu yang kalian luangkan untuk novel ini. Saya tahu ini garing, tapi saya akan terus mencoba menyuguhkan cerita terbaik untuk kalian.
Klik bintangnya, ya.
Selamat membaca.
{°°°}Gue mengaduk Macha Latte yang udah gak berhawa di hadapan gue. Entah mengapa gue males buat minum minuman favorit gue itu. Sebenarnya, ada alesannya sih. Mau tahu? Nih, gue kasih tahu.
Setelah kejadian di mana gue VC Pak Davin secara gak sengaja itu, dia tiba-tiba bertanya akan keberadaan gue. Walaupun gue bilang gue udah mau pulang, tapi dia tetep keukeuh. Bahkan, dia bilang dia udah di depan cafe. Gue gak percaya. Emang kalian bakal percaya kalau ada di posisi gue? Enggak, kan? Nah, makanya gue langsung berjalan keluar sambil menggandong Cheetah.
Tanpa disangka, Pak Davin memang benar-benar ada di sana. Bahkan, mobilnya parkir tepat di samping motor butut gue. Eh, enggak deng. Motor cantik. Kalau dibilang butut entar Baby Cheetah marah lagi sama gue. Dan alhasil, dia mendekati gue lalu mengajak gue untuk berbincang sebentar.
Seperti sekarang ini.
"Kenapa Macha Latte-nya gak diminum? Gak enak? Mau saya pesankan yang baru?"
"Eh, enggak pak. Gak usah, makasih. Saya cuma agak kurang nafsu aja."
Nafsu. Haha, nafsu. GUE SEBENERNYA LAGI NAFSU SEKARANG. Amarah yang membara di dalam diri gue berusaha mendobrak keluar. Pikiran gue udah mumet sama dosen yang satu ini. Bisa kah salah satu dari kalian membawa dia pulang? Ridho gue kalau dia disuruh pulang sama emaknya sekarang, asli, Ridho!
"Kamu kenapa, sih. Kayaknya bawaanya bad mood kalau sama saya."
Ya, benar! Anda benar, selamat anda mendapatkan dua juta tabokan langsung dari saya! Heran, deh. Dia ini tahu kalau gue gak suka sama dia tapi dianya gak nyadar kalau dia itu ganggu gue. Oke, gue akui dia ganteng. Tapi, bisa gak sih kalau gue nego kegantengannya barter aja sama kepekaan?
"Enggak, pak. Saya lagi males aja."jawab gue bohong. IYA, GUE EMANG BOHONG SAMA LO TIMUN GORENG. Ambek atu, da.
Pak Davin meminum Macha Latte-nya. Kebetulan yang sangat menjengkelkan, dia juga suka Macha Latte. Nah, ini alasan gue mulai membenci minuman mantap itu. Gue gak mau punya kesamaan dengan orang ini. Lihat aja, dia minum Macha Latte-nya kayak udah gak minum bertahun-tahun. Bahkan, isi cangkir milik cafe yang dipinjamkan ke Pak Davin itu tinggal seperempat. Mungkin karena orang ganteng, dia lalu bersikap santai setelah menyimpan cangkir dan langsung menatap gue dengan tatapan, ya, kayak biasanya.
"Boleh saya bertanya?"ujar Pak Davin yang dibalas anggukan kepala dari gue. Gue sengaja gak jawab karena mulut gue masih rapet sama amarah. "Apa alasan kamu gak menganggap saya pacar kamu setelah terjadinya pengakuan pada ibu kamu?"
Pertanyaan jebakan. Gue tahu, gue gak bisa menjawabnya. Walaupun jawaban essay itu bisa gue jawab dengan, karena saya gak suka bapak, tapi sulit untuk keluar. Kalau misalnya gue jujur, maka mampus nilai kuliah gue. Kalau gue bohong, maka mampus nilai kebaikan gue. Gusti nu Maha Suci, gue gak pernah menyangka bisa terjebak dalam kungkungan orang ini. Orang yang buat gue kesal dan marah. Hah, lama-lama gue jadi ahli ngegas, nih.
Karena kelihatannya Pak Davin setia menunggu jawaban dari gue, hati gue mulai luluh. Beliau terlalu keren untuk gue acuhkan. Dan terlalu menakutkan. Maka dari itu, gue mengambil jalan tengah. Gue akan menjawab pertanyaan dengan jawaban yang biasa dikeluarkan oleh cewek ketika terperangkap pertanyaan gila macam ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Abah Dosen [COMPLETED] | TAMAT
Storie d'amore(Sudah tamat, kayak hubungan lu ama dia v:) Coba buka ratingnya! BUKA JUGA NOVEL AKU YANG BARU DI AKUNKU ^3^ SINOPSIS : Gue, tidak pernah mengalami cinta monyet. Karena gue tahu, gue masih berstatus MANUSIA. Tapi kalau cinta manusia, ya, gue juga t...