Bagian 49-Maukah?

1.3K 104 1
                                    

MAAF GUYS, ADA KESALAHAN DI KUOTA. GOMENNASAI MINNA. I REALLY SORRY, HUHU.

Komen,dongs. Mau bonus eps gak??
{°°°}

Gue meregangkan tubuh gue di dalam kamar. Rasanya lelah saat harus membereskan kamar sendiri. Ya, hari ini adalah hari di mana kontrak gue terhadap kos-an habis. Berbuhung gue memang tidak berniat memperpanjang kos, gue hendak pulang. Lebih nyaman kalau di rumah sendiri.

Saat gue mengambil tas, gue memutar otak gue. Apakah ada hal yang gue lupakan? Dan, oh! Hampir saja Cheetah gue lupakan. Dengan segera gue gandong Cheetah. Setelahnya gue langsung menatap seluruh ruangan yang sudah lama gue tempati ini.

Hampir tiga tahun lamanya gue tinggal di kamar ini. Rasanya banyak sekali kenangan yang gue tinggalkan. Di mulai dari bersama Adinda, hingga bertengkar dengan Davin. Semua memori itu tak akan mudah gue lupakan. Baik indah maupun buruk, gue akan mengenangnya.

Gue menutup pintu kamar saat tubuh gue sudah ada di luar. Ya, setelah Pak Aka dan Bu Ika tinggal di rumah mereka lagi, kamar gue pindah dari atas ke sebelah kamar Davin. Lagi. Oleh karena itu, saat gue keluar, keluarga yang tengah harmonis itu pun mulai bertanya-tanya.

"Mau pulang sekarang, Sen?"tanya Bu Ika. Beliau langsung beranjak dari kursinya dan menghampiri gue.

Pak Aka tak mau kalah. Dia mulai mengikuti langkah istrinya. Akhirnya mereka berdua berada tepat di hadapan gue. Dan itu membuat mata gue panas, hendak menangis.

"Ya, bu,"balas gue singkat sebelum menarik nafas panjang. "Sena gak kerja sekarang. Jadi, mungkin pemasukan hanya dari kerja sampingan. Makanya Sena gak akan lanjut ngekos di sini, bu. Sena mau di rumah aja."

Bu Ika lalu memberikan senyuman tulusnya. Beliau menggenggam tangan gue dengan erat. Sedangkan Pak Aka, beliau hanya menepuk pundak gue, hendak memberikan semangat.

"Eh, duduk dulu. Minum teh dulu."ujar Bu Ika.

Gue lalu mengangguk. Dengan segera gue simpan tas gue dan melepaskan Cheetah. Barulah setelah itu, gue mulai duduk. Duduk di meja makan yang sering gue datangi. Duduk di antara pasangan suami istri yang harmonis. Duduk di hadapan Davin yang manis.

Tunggu, gue ulang. Davin yang sadis!

Pria itu memberikan senyuman lebarnya pada gue. Alhasil, matanya langsung menyipit. Gue hanya bisa membalas dengan senyuman canggung. Kejadian yang menimpa gue saat bersamanya selalu terngiang begitu saja.

"Ibu ambil dulu piring."ujar Bu Ika.

"Eh, gak usah, bu. Sena minum teh hangat aja."balas gue sok menolak padahal rasa lapar sudah bergejolak.

"Udah, kamu tunggu aja di sini, bapak mau ambil dulu sayurnya. Makan nasi, perut kita perut Indonesia."lanjut Pak Aka.

"Biar Sena aja yang am-"

"Duduk aja. Kamu tamu, lho."

Gue hanya bisa menurut tatkala Pak Aka pergi begitu saja. Alhasil tersisa gue dengan Davin yang entah mengapa tiba-tiba tengah memainkan ponselnya. Akhirnya gue hanya memperhatikan setiap sudut ruangan. Menggerakkan kepala gue ke sana ke mari untuk mengingat setiap kejadian.

"Kepala kamu masih sakit, gak?"tanya pria itu tiba-tiba.

Gue menoleh ke arahnya. Namun, dia masih memainkan ponselnya. Dasar! Kalau hendak bertanya itu harus ikhlas, fokus ke narasumber. Ini malah fokus ke layar. Huh, dasar proyektor.

Abah Dosen [COMPLETED] | TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang