Bagian 28-Semoga Saja, Bu.

988 84 0
                                    

Lima titik dua koma
Sena cantik belum ada yang punya
Mau daftar? Entar formulirnya minta ke Pak Davin.

Hai, terimakasih banyak atas dukungan kalian. Akhirnya aku bisa mencapai 600 kali dibaca. Alhamdulillah. Sesuai janji, aku akan mulai memberlakukan update SENIN, SELASA, KAMIS, JUMAT, tanggal 13 Juli 2020. Tetap dukung akuu yaaaa. Share!
{°°°}

"Maaf,"ujar gue ketika tangan kiri berusaha menyimpan kembali obat itu.

Tahu, kan, bagaimana seorang detektif handal mengalihkan pembicaraan targetnya? Nah, gue tengah melakukan itu. Walau sebenarnya gue ini masih bingung harus bicara apa dengan Pak Davin, namun The Power of Kapepet membuat otak gue siap melakukannya. Alhasil, gue akhirnya bisa merasa tenang setelah tahu obat itu kembali ke tempat asalnya.

Pulang lo sana!

"Maaf kenapa?"tanya Pak Davin sambil memberikan senyumannya dari balik kemudi.

SUNSHINE! Gue kira dia hendak marah setelah melihat gue bersama Geri tadi. Buseng, senyumnya man- tunggu. Kenapa gue jadi suka senyumnya Pak Davin? Oh, gue tahu. Karena selalu bersinar, gue bisa gunakan senyuman Pak Davin untuk cadangan token. Ya, pasti itu alasannya.

"Ya, tadi saya barengan Geri. Bapak bilang gak usah deket-deket dia, kan?"

Pak Davin kembali tersenyum. Kali ini ditambah tawa, tidak pakai sambal.

"Salah saya, ya, bilang begitu sama kamu?"lanjutnya.

Lah? Ini dia kenapa, sih? Waktu itu memberi duit gak jelas saat gue dibelikan baju oleh Geri. Marah pula. Sekarang dia seolah menyalahkan dirinya. Ini gue yang lemot atau Pak Davin yang kolot? Eh, kok?

"Gimana, pak?"

"Iya,"balas Pak Davin. "Saya ingat saat saya bilang kalau kamu jangan dekat-dekat dia. Mungkin kamu berpikir kalau kamu dekat dengannya, saya akan marah. Memang awalnya begitu. Hanya saja, setelah melihat apa yang kamu katakan pada anak itu, saya jadi tidak perlu khawatir. Saya cemburu itu sia-sia."

Gue masih bergelut dengan pikiran gue. Memang gue sudah mulai memahami apa maksud Pak Davin. Hanya saja, entah mengapa, gue jadi bingung kenapa dia tiba-tiba percaya diri. Dia menyesali sikap cemburunya tempo hari. Padahal kalau menurut gue, cemburu ya cemburu saja. Kenapa harus menyesalinya?

Gue menggaruk kepala gue saat mobil masih melaju dengan tenang. Malas untuk bertanya, gue pun memutar otak. Kalimat demi kalimat berputar di otak gue untuk mencari jawaban dari maksud Pak Davin tadi. Namun, tak ada satu pun yang cocok. Tak ada satu pun yang bisa memuaskan diri gue.

"Pak, Sena masih kurang faham."balas gue.

Pak Davin kembali memberikan senyumannya. Beliau sedikit tertawa di balik kemudi, lalu menutup tawanya itu. Gue masih heran dengan apa yang hendak beliau katakan. Ah, kacau. Kenapa gue jadi lola?

"Kamu sudah mengakui saya sebagai calon tunangan kamu saja, sudah membuat saya yakin. Yakin, kalau kamu gak mungkin tinggalkan saya."balasnya ringan.

Gue langsung menyeringai. Tangan kanan gue, menampar kening yang tak bersalah itu. Mampus. Hubungan kami makin rumit.

KRINGG!!
Tiba-tiba handphone Pak Davin berdering. Gue yang memang mempunyai jiwa keingintahuan yang tinggi langsung menatap ke arah balok canggih itu. Sebelum gue sempat melihat namanya, Pak Davin mengambil handphone itu terlebih dahulu. Beliau menatap ke arah gue untuk sesaat. Tatapan kami saling bertemu, dan entah kenapa hati gue sakit saat itu juga.

Abah Dosen [COMPLETED] | TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang