Bagian 11-Niat Pacaran

1.3K 113 0
                                    

Hai, para pembaca. Terima kasih atas semua waktu yang kalian luangkan untuk novel ini. Saya tahu ini garing, tapi saya akan terus mencoba menyuguhkan cerita terbaik untuk kalian.
Klik bintangnya, ya.
Selamat membaca.
{°°°}

"Sena,"

Terdengar suara Pak Davin tengah memanggil gue. Karena gue gak ada niatan buat nemenin dia ke mall, gue masih menutup mata gue dan pura-pura tidur.

"Kamu mau makan? Ada seafood di depan."

"Mau!"teriak gue.

Ini mulut emang gak bisa diajak kompromi. Perut juga, ngapain sih kalian malah menjawab pertanyaan itu? Kasihan mata yang sejak tadi nutup karena mau jual mahal sama Pak Davin. Eh, kalian malah dengan mudahnya menyetujui ajakannya. Lagian gue juga gak lapar kok!

Kuruyuuukkkkk.
Gue ulang. Ya, gue lapar.

Akhirnya gue bersiap. Gue keluar dari mobil mendahului Pak Davin. Walaupun Pak Davin sempat mengerutkan alisnya, namun ia kelihatan gak ada niat untuk segera mendekati gue.

Setelah berada di samping mobil, gue langsung jongkok. Gue pukul kening gue bersamaan dengan wajah yang mengerut. Ah, malu! Jadi kelihatan kalau gue itu pura-pura tidur, deh. Bego, bego, bego.

"Kamu ngapain jongkok di sana? Sakit perut?"

HUAHHH, KARUNGIN AJA GUE MAK!

Gue langsung mengangkat tubuh gue. Kerutan di alis gue dengan sengaja diperjelas kala Pak Davin menatap gue dengan heran. Kaki gue mulai melangkah melewati dia. Dan karenanya, gue sempat hendak menubruk bahu lebarnya.

"Enggak!"balas gue sambil berjalan mendahului Pak Davin.

Setelah masuk ke sebuah restoran, pesan makanan, makanan pun datang. Singkat, kan? Yah, begitulah. Gak ada kejadian yang aneh selama perjalanan tadi. Bahkan, layaknya orang yang gak kenal, kita berjalan dengan jarak yang cukup jauh. Tapi setelahnya, kami berhadapan di suatu meja.

Gue mulai memasukkan makanan ke dalam mulut gue. Huah, enak! Tanpa menunggu Pak Davin, gue langsung menghabiskan makanan gue. Gue gak butuh waktu satu menit untuk menghabiskan makanan ini, malah gue butuh sepuluh menit. Dan selama itu gak ada yang mengeluarkan kata-kata sama sekali. Baik gue maupun Pak Davin, gak ada yang niat memulai obrolan.

Gue mengambil air minum. Setelah meneguknya, gue langsung beranjak untuk mencuci tangan. Langkah gue semakin menjauh, meninggalkan Pak Davin yang masih memakan makanannya dengan lembut dan rapi. Tangan gue menggapai kran dan membasahi telapak tangan. Gue mengambil sabun, menggosokkannya di tangan, dan main gelembung-gelembungan untuk beberapa saat.

Satu gelembung besar berhasil gue buat. Udara yang terkurung di dalamnya seolah mendorongnya pergi menjauh dari gue. Segitu seramnya muka gue? Tapi, itu adalah gelembung terawet yang pernah gue buat. Maka dari itu, gue langsung membilas tangan gue dan mempertahankan keberadaannya. Walau gak bisa mempertahankan hubungan gue sama Eun Woo, tapi gue harus mempertahankan kehidupan gelembung ini.

Udara di dalam gelembung menyeruak keluar dari dalam balon tiupan gue itu. Alhasil, gelembung pecah bersamaan dengan tubuh gue yang sulit bergerak. Ya, pecahnya gelembung itu seolah menandakan hati gue. Bagaimana enggak. Dari tempat cuci tangan, gue bisa melihat Pak Davin tengah membersihkan tangannya dengan tissue basah demi berjabat tangan dengan seorang wanita. Gue ulang, SEORANG WANITA CUY!

Abah Dosen [COMPLETED] | TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang