Bagian 1-Tanda Tangan

8.2K 312 24
                                    

Sebelum baca, klik gambar bintangnya. Thanks for read this novel v:

{°°°}

Gue mematung di tempat gue berada. Dengan jantung yang berdegup kencang, gue mulai mengambil ancang-ancang untuk memasuki ruangan itu. Sebuah ruangan yang membuat beberapa orang sedih. Tapi tak jarang dari mereka yang menangis juga. Ada, sih, yang keluar sambil senyum, tapi langsung nangis ketika udah sadar dia lagi di kehidupan nyata.

Sebelum masuk ke ruangan yang panasnya melebihi cekcokan tetangga, lebih baik gue kenalan dulu. Perkenalkan, nama gue..

"Bapak Sena Dasa Dharma."

Elah, si bapak pakai nyelonong segala. Gue lagi perkenalan nih! Gak tau situasi dan kondisi emang. Tapi, gak apa-apa. Nah, itu nama gue dan tolong, dengan segala hormat, hapus kata bapak di depannya. Gue cewek, bukan cowok, masih muda pula. Selain itu, nama gue gak pakai Dharma Dharma segala. Nama asli gue itu, biar gue ulang SENA DASA SALSABIL. Jauh sama nama yang dipanggil tadi, kan?

EMANG TU ORANG NGAJAK RIBUT!

Mendengar nama gue dipanggil dengan salah, mana pakai bapak segala, membuat gue langsung memasang muka preman. Gue berjalan dengan kaki dihentakkan ke tanah. Gue mendekati seorang pria yang gak kolot-kolot amat tapi keriput itu dengan nafas terengah-engah. Bukan karena gue capai, bukan. Tapi karena gue mencoba lari dari kenyataan.

Haha.

"Maaf, pak. Dengan segala hormat, saya bukan seorang BAPAK! Saya masih normal, jakun saya gak tumbuh. Sena Dasa itu perempuan cantik. Nih, nih!"ujar gue sambil menarik pipi gue ke hadapan mata si bapak. Biarin, salah siapa salah panggil nama.

"Lalu?!"balasnya.

Wah, keterlaluan ni orang. Udah salah, gak minta maaf, malah lempeng pula. Kalau bukan karena kulit keriputnya, udah gue pastikan kalau besok si bapak ini hangus! Gue gak bakalan membiarkan dia gitu aja dong. Orang dibiarkan dan gak diperhatikan itu sakit. V:

Dengan tangan yang mengepal, gue menatap wajah sayu pria itu. Gue langsung membuang nafas gue dengan kencang sampai beberapa helai rambut Si Bapak berterbangan. Tunggu, hidung gue bukan hairdryer lho.

"Bapak, saya ini perempuan. Lalu nama saya juga Sena Dasa Salsabil. Bisa bapak fahami hal mudah itu?"

"Bisa,"balasnya percaya diri. Dan gue merasa menang telak saat itu. "Asal kamu juga bisa hargai saya!"

Gue mengerutkan alis gue. Perasaan, tunggu ganti kata. Gak enak bawa-bawa perasaan. Seingat gue, gue gak melakukan hal yang melanggar HAM pada bapak ini. Gue juga berkata formal, walau nadanya gak beda jauh dengan toa sales plastik baskom. Tapi, perlu ditekankan kalau gue ini bukan tipe yang berani menghancur leburkan perasaan, eh, hati orang tua. Kecuali kalau orang tuanya minta di tinja, eh, tinju.

"Maksudnya gimana, pak?"tanya gue yang beletnya minta ampun.

Bapak itu lalu menepuk dadanya dua kali. Ia sepertinya tengah membayangkan dirinya menjadi kingkong di hadapan gue, sang perempuan penyelamat kingkong. Dan itu membuat gue geli.

"Dada saya tumbuh! Saya juga perempuan!"teriaknya.

Buset, itu orang gak malu apa mengumbar pertumbuhan itu dengan suara lantang. Astagfirullah, gusti, tolong ampuni hamba yang gak bisa mencegah dia dalam mengumbar perkembangan tubuhnya.

Abah Dosen [COMPLETED] | TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang