Hai, hai. Udah sampai sini aja, pembaca yang baik nan charming haha. Tetap setia, ya! Karena hanya setia yang memperkukuh kita. Haha.
Beri tanggapan dong! Semoga kalian suka eps kali ini, selamat membaca o.o
{°°°}"Lekas sembuh, ya, bu."ujar gue sambil menyimpan beberapa makanan sehat untuk mama-nya Adinda.
Beliau memberikan senyuman manis. Posisinya yang tengah duduk itu membuatnya nampak tegar. Gue tahu, semua ibu pasti melakukan hal itu di hadapan anaknya. Kalau tidak, mereka takut terlihat lemah. Mereka takut untuk melukai dan membuat anak-anaknya merasa khawatir. Oleh karena itu, gue hanya bisa berdiam di samping mama Adinda. Gak ada hak bagi gue untuk menyuruh beliau istirahat.
"Semoga lekas sembuh, ya, tante."lanjut Geri sambil mencium tangan mama Adinda. Beliau kembali tersenyum.
"Terimakasih banyak, ya. Kamu pasti Sena. Terimakasih sudah bersikap baik pada anakku ini."ujar beliau.
Dengan segera gue melirik ke arah Geri. Wajah gue dibuat semengenaskan mungkin saat Geri membalas tatapan gue. Dia kesal karena hal itu. Ya, gue hendak meledeknya karena tidak disahut oleh mama Adinda. Haha, kasihan dia. Calon Entog kedua, nih. Gak dianggap di mana-mana.
"Jangan bilang begitu, bu. Sena bersikap baik karena Adinda juga bersikap demikian."balas gue. Hah, terlihat sok bijak sekali diriku ini.
"Yang cowok tinggi ini, siapa?"
Geri langsung menatap gue saat mendengar pertanyaan dari mama Adinda. Dia mengeluarkan gigi depannya sehingga nampak gambaran kuda mengamuk ada di sana. Bahkan, sesekali ia menggerakkan bahunya seperti tengah joget sesar. Maksudnya, bayi sesar. Dan itu semua hanya karena, ia balas mengejek gue.
Sepertinya, kita akan mulai dekat.
"Saya Geri, tante."balasnya ramah. Mama Adinda hanya menjawab dengan anggukan kepala.
Kami mulai memasuki obrolan yang cukup mengasyikkan. Mirip dengan anaknya, mama Adinda begitu mahir berbicara. Beliau berhasil membuat gue nyaman mengobrol dengannya. Baik Bu Ika maupun mama Adinda, keduanya sama-sama mengingatkan gue pada ibu. Betapa sama sikap mereka, baik dan ramah.
Ketika pembicaraan kami semakin dalam, sedalam aku menyelam ke hati Eun Woo, gue semakin sadar akan satu hal. Selain Geri yang masih asyik dengan handphonenya, mata dan kepala gue tertuju pada titik yang lain. Ya, siapa lagi kalau bukan Abah Dosen gue. Biar gue perjelas, Pak Davin belum terlihat batang hidungnya di sini. Kemana dia kira-kira? Jangan-jangan, dia nyasar sampai ke Singapura? Gue harus kasih tahu Geri dan Adinda, nih!
"Hus, Ger,"bisik gue pada Geri.
"Gue harus cabut."balasnya.
Lah, maksudnya apa? Dia mau cabut, cabut apa? Gigi? Rambut? Atau cabut perasaan mantan yang masih terpendam?
"Maksud lo apaan?"tanya gue masih dengan bisikan.
"Kaca spion gue hilang."balasnya. Gue tahu, dia berbisik. Tapi bisikannya dikhususkan untuk orang yang tengah menggunakan earphone dalam volume tinggi. Maka dari itu, Adinda bisa mendengarnya. Ia pun mulai masuk ke dalam pembicaraan.
"Biarin, lah. Lo tajir, kan. Beli lagi aja."balas Adinda yang langsung gue se7-i.
"Masalahnya, ini spion masih nempel di motor. Jadi, motornya ikut hilang."
Gue langsung melemparkan tamparan pada sikut Geri. Entah mengapa mata gue seolah melihat wajah kartun penguin di sikutnya yang memang wajib gue tampar. Dia langsung mengaduh saat itu juga, dan keadaan mulai gaduh. Ya, mama Adinda kaget ketika gue melemparkan tabokan pada sikut Geri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Abah Dosen [COMPLETED] | TAMAT
Romansa(Sudah tamat, kayak hubungan lu ama dia v:) Coba buka ratingnya! BUKA JUGA NOVEL AKU YANG BARU DI AKUNKU ^3^ SINOPSIS : Gue, tidak pernah mengalami cinta monyet. Karena gue tahu, gue masih berstatus MANUSIA. Tapi kalau cinta manusia, ya, gue juga t...