Bagian 36-Sudah Sejak Lama

999 73 0
                                    

Bawalah aku pergi, jauh ke dalam hatimu. Di sanalah aku akan beraksi, mengambil harta milikmu. Jadi bersiaplah. Jaga hatimu dengan baik agar aku sulit mencurinya.

IG : LULU_RIZKISAL.ICE
Happy reading guys
{°°°}

Gue mengemas tiga buah kantung yang berisi bekal sarapan dan minum. Ketiga makanan itu akan gue berikan untuk Pak Davin, Bu Ika, dan Pak Aka. Di hari Minggu ini, mereka akan pergi berolahraga di pagi hari. Keluarga yang harmonis. Senang gue kalau berada di antara mereka. Serasa menjadi pembantu setia yang siap disuruh kapan pun dan di mana pun.

"Kamu yakin gak ikut, Sen?"tanya Pak Aka yang baiknya udah kayak nyobain makanan. Sekali!

Gue menggelengkan kepala gue. Senyuman yang manis gue berikan pada pria tua yang ramah itu.

"Hari ini saya ada kepentingan, pak."balas gue.

"Beneran, Sen? Kamu beneran gak ikut? Jangan kerja terus. Wisata kali-kali."timpal Bu Ika.

Tolong! Mereka itu terlalu ramah pada orang lain. Gue tidak bisa membendung rasa bahagia gue yang bisa serumah dengan mereka. Kebaikan mereka terasa sekali. Bahkan, mau olahraga saja, mereka ngajaknya berkali-kali. Haduh, kalau bukan karena anaknya, gue akan anggap mereka mertua!

"Gak, bu. Sena ada kepentingan aja."balas gue.

"Kalau gitu duluan, ya. Kalau kamu lapar, tinggal masak aja. Entar, kamu bawa bekal buat di jalan."balas Bu Ika. Agar membuat beliau tidak marah, gue langsung mengangguk.

Kedua suami istri itu langsung berjalan meninggalkan rumah dengan tawa. Dari balik tubuh mereka, terlihat gue yang tersenyum pahit. Andai saja ayah dan ibu tidak kekurangan secara ekonomi, mereka pasti akan sama dengan pasangan itu. Gue menghela nafas. Bisakah gue memberikan kebahagiaan kepada mereka setelah gue lulus kuliah?

"Saya ambil ini, mahasiswi tahun dua. "ujar seseorang saat gue tengah asyik dengan lamunan gue.

Gue langsung menajamkan sudut alis gue. Siapa yang berani mengganggu lamunan gue ini, woy? Karenanya gue segera melihat ke arah orang yang mengganggu itu. Orang ini keterlaluan. Bukan cuma mencuri waktu bersantai gue yang hanya beberapa detik itu, dia juga telah mengambil bekal yang akan gue berikan pada Pak Aka dan Bu Ika.

Namun, setelah mata gue menatap ke arah sosok itu, hati gue luluh. Bukan, nilai gue luluh. Gue melihat Pak Davin dengan jaket abu dan senyuman lebarnya. Giginya nampak sudah bersinar walau ini masih pagi. Dan anehnya, setiap Pak Davin tersenyum seperti itu, selalu ada hembusan angin yang cukup besar menerpa gue. Apakah mulut Pak Davin itu semacam AG atau angin gelebug?

"Makasih, ya."lanjutnya. Gue pun membalasnya dengan anggukan kepala dan senyuman.

"Pak,"panggil gue dengan lembut, selembut kerak kompor.

"Kenapa?"

"Saya mau minta maaf soal kejadian waktu itu. Kayaknya saya marah-marah gak jelas."balas gue.

Pak Davin lalu mengeluarkan sedikit tawanya. Lagi dan lagi, wajah gue langsung diterpa angin yang membuat bedak bayi gue luntur saat itu juga.

"Iya, saya faham. Makanya kita harus membicarakan ini dengan lebih serius. Entar, kalau kita udah pulang, langsung ngobrol, ya."

"Kita?"tanya gue yang masih bingung.

Pak Davin mengangguk sambil menipiskan bibirnya. Mohon! Gue tahu wajah beliau bisa dibilang terlalu muda untuk umurnya. Selain itu, oppa-oppa Korea pun memang gak jauh beda dengan beliau. Tapi sekali lagi mohon, tidak usah anda bersikap sok imut begitu. Gue gak mau kalau tiba-tiba skincare gue jadi berterbangan karena merasa tidak setara dengan ke-glowingan anda.

Abah Dosen [COMPLETED] | TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang