Bagian 50-Aku Bersyukur

3.2K 128 5
                                    

Akhitnya tamat gesss

{°°°}

Gue mematung di tempat gue berada. Dengan jantung yang berdegup kencang, gue mulai mengambil ancang-ancang untuk menaiki panggung itu. Sebuah tempat yang membuat beberapa orang merasa bangga. Tapi tak jarang dari mereka yang menangis juga. Menangis karena terharu.

Baru saja nama gue dipanggil dengan lantang. Ternyata, gue memang benar-benar tidak menyia-nyiakan waktu yang gue punya. Alhamdulillah, gue bisa menjadi salah satu Cumlaude di kampus ini.

Dengan penuh senyuman, gue mulai menaiki panggung. Mulut gue tidak berhenti tersenyum. Gue meras sangat bahagia. Di hari kelulusan gue ini, gue bisa mendapatkan hal yang sangat membanggakan. Gue bahagia, gue bersyukur karenanya.

Saat tubuh gue sudah berada di atas panggung ini, bersama beberapa orang yang juga berprestasi, gue memberikan senyuman lebar. Adinda, berada di ujung sana, memberikan senyumannya juga. Gue lalu melambaikan tangan ke arahnya. Setelah itu, gue melambaikan tangan pada seseorang yang senyumannya paling menyemangati gue.

{°°°}

"Teteh meni geulis, gusti! Pinter, deuih!"ujar seorang adik tingkat yang selama ini akrab dengan gue.

"KAMI DUKUNG SENA!"teriak beberapa temannya.

Gue hanya tertawa melihat kelakuan mereka. Sepertinya saat gue seumuran mereka, gue juga bersikap begitu.

"Makasih, ya. Bunga dan ucapan terima kasihnya aku pajang di kamar!"teriakku. Dengan semangat mereka bersorak.

Saat itu, di sela-sela barisan orang, gue bisa melihat sosok itu. Sosok yang sejak tadi menggenggam sebuah bunga dan memberikan senyuman lebar.

Gue membalas senyuman pria itu. Dengan perlahan, gue berjalan menuju pria itu dengan memutari kerumunan di hadapan gue. Beberapa orang memandang gue. Namun, gue tak perduli. Toh, mereka juga akan berfoto dengan keluarganya dan bercanda tawa. Kenapa gue tidak?

Tangan pria itu terbuka. Dengan segera gue berlari menuju tubuhnya. Saat gue sudah ada di hadapan, dia memeluk gue. Seolah masuk ke dalam sebuah selimut tebal, kehangatan yang disalurkan pria itu begitu mengalir. Gue bahkan sangat menyukai pelukannya.

"Wah, cumlaude, nih."ujarnya berbisik di samping telinga gue. Gue hanya tertawa kecil sambil mempererat pelukan gue. "Dulu juga aku cumlaude dengan nilai tertinggi, lho."

Gue mendekatkan bibir gue pada telinga pria itu.
"Sombong,"bisik gue.

Pria itu lalu melepas pelukannya. Dia menatap gue dengan heran. Gue hanya bisa memberikannya senyuman tulus.

"Kok, sombong, sih?"tanyanya.

Gue hanya menyipitkan mata gue.
"Ya, iyalah. Kalau gak sombong, mau apa bahas-bahas masa lalu?"

"Sena, itu suatu kebanggaan buat aku. Kamu gak bangga punya suami kayak aku?"

"Bangga, lah. Udah ganteng, pinter, kaya lagi. Uwu, kaya."

"Iya, aku gak akan bilang kamu cewek matre, kok. Kamu cukup wajar. Perempuan, kan, butuh uang. Dan itu kewajiban aku untuk menafkahi."

Abah Dosen [COMPLETED] | TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang