Bagian 13-Gebetan Entog

1.2K 101 0
                                    

Hai, para pembaca. Terima kasih atas semua waktu yang kalian luangkan untuk novel ini. Saya tahu ini garing, tapi saya akan terus mencoba menyuguhkan cerita terbaik untuk kalian.
Klik bintangnya, ya.
Selamat membaca.
{°°°}

Sesuai dugaan, Adinda gak bakal datang ke kampus hari ini. Dia telpon gue, katanya ibunya masih belum bangun. Gue menghela nafas dan menenangkannya. Semoga keadaan keluarganya akan baik-baik saja. Kayaknya gue harus sendirian dulu, nih.

Entog membunyikan klaksonnya sekitar jam tujuh pagi. Gue yang udah bangun sejak subuh, langsung beranjak karena siap. Gue kuliah pagi hari ini. Makanya gue sengaja ajak Entog buat berangkat bareng. Setelah mengucapkan salam, barulah gue menghampiri Entog.

"Udah sarapan?"tanya gue pada sahabat cowok gue itu sambil menyodorkan sebuah sandwitch buatan tangan gue.

"Kebetulan belum. Makasih, ya, sweety."balasnya. Pipi gue pun memerah. Karenanya, gue segera tabok wajah gue sendiri. Ngapain sih pakai ganti warna sekarang?

Gue menaiki motor Entog. Seperti biasa, gue pakai rok semata kaki gue sehingga agak ribet ketika membuka kaki. Tolong, gue gak bakal nyempong karena takut Entog nyupirnya miring. Kalau bahunya nyengled bin naik sebelah gara-gara gue, siapa yang mau tanggung jawab?

Gue menyimpan tas kecil gue di belakang panggung Entog sebagai jarak. Gue gak mau terlalu dekat sama dia karena takut disangka pacaran. Gue masih setia sama status gue, haha.

Motor mulai melaju kala Entog selesai sarapan. Dia memberikan helm miliknya pada gue. Dengan segera, gue memakainya walau angin memaksa kerudung gue untuk terbang.

"Sen,"ujar Entog tiba-tiba. Gue lalu mendekatkan telinga gue ke kepala Entog agar bisa mendengarkan ucapannya dengan jelas.

"Kenapa, To? Mau ngupil dulu?"tanya gue. Ya, kali aja, kan?

"Sembarangan! Hidung gue itu selalu dikorekin sama pembantu gue."

"Emang lo punya pembantu?"

"Enggak, sih." Gue pun tertawa terbahak-bahak. "Tapi intinya gue bukan mau bahas itu."

"Terus bahas apa?"

Gue sedikit menatap wajah bersih Entog dari pinggir. Ia nampak menahan kata-katanya untuk sesaat. Entah tengah mengumpulkan keberanian, entah tengah mengumpulkan angin jalanan, gue gak tahu. Yang pasti dia terdiam agak lama setelah mendengar jawaban terakhir gue.

"Lo mau gak pacaran sama gue?"

PLAKK!!

"ADAW!"

Ya, gue yang pukul helm Entog. Walaupun cuma pukulan kecil, tapi itu cukup untuk mengejutkan pria berkumis tipis itu. Ia bahkan sampai membuka mulut bebeknya untuk membalas kelakuan gue.

"Lo apaan, sih?!"teriaknya dari balik kemudi.

"Asem, lo! Kenapa pakai nembak gue segala? Nanti kita jadi canggung, tahu!"teriak gue.

"Jadi lo terima enggak?"tanya Entog berhasil membuat gue membisu.

Gue menarik nafas dengan tidak tenang. Gue menempelkan ujung helm gue ke belakang helm Entog. Di sana gue menunduk. Gue bingung dengan jawaban yang harus gue keluarkan. Kalau suka, bisa dibilang iya. Tapi, gue gak mau nantinya jadi canggung. Gue ingin terus kayak gini sama Entog, gak mau ada status lebih karena pasti akan malah menyusahkan bagi kami.

"Gue bingung."balas gue akhirnya. "Gue gak mau kalau lo jadi bertindak aneh setelah kita pacaran. Lagian, gue gak mau pacaran dulu. Gue mau kayak gini aja sama lo. GUE MAU KAYAK GINI AJA SAMA LO!" teriak gue.

Abah Dosen [COMPLETED] | TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang