Bagian 6 - Nikahan Kana

1.6K 118 5
                                    

Sebelum baca, klik gambar bintangnya. Thanks for read this novel v:

{°°°}

Hari ini adalah hari pernikahan Kana. Ya, berarti sudah hampir dua minggu gue lewati kehidupan perkuliahan gue dengan penuh tantangan. Kerja lebih ribet, mengerjakan banyak tugas kuliah, manggung, dan masih banyak lagi. Tapi di waktu dua minggu itu membuat hubungan persahabatan gue dengan Adinda jadi makin erat. Kami banyak mengobrol. Bahkan, udah gak ada kecanggungan di antara kami.

Target untuk bulan ini ternyata lebih cepat tercapai, jauh dari perkiraan gue. Karenanya gue bisa ijin libur ke Papak untuk membantu mempersiapkan pernikahan Kana. Alhasil, gue sekarang di rumah ibu. Tidur di kamar gue dulu. Hah, rindu juga ternyata gue sama kampung.

Untuk Pak Davin, kalian pasti bertanya-tanya masalah itu, kan? Haha. Gue dan beliau gak banyak ngobrol informal kayak sebelumnya. Kami berperilaku layaknya murid-guru. Hanya satu hal yang agak mencolok yaitu, dia mau pakai kemeja pemberian gue. Itu aja, gak lebih. Kalian ngarepin lebih, kan?

Gak dong! Gue setia sama Eun Woo. Haha. Dadah, Dilan!

Sekitar jam tiga subuh, Kana udah bangun. Gue juga. Bukan mau sahur, bukan. Ini hari Minggu, ngapain puasa sunat hari Minggu? Kana mau didandan layaknya pengantin biasa. Dan gue bantu ibu beres-beres buat keperluan nanti.

"Sen,"ujar ibu ketika gue membantunya memindahkan seserahan.

"Iya, kenapa bu?"tanya gue. Kayaknya ibu mau ngobrol masalah penting nih. Makanya gue langsung fokus ke beliau.

"Kamu bawa pacar, gak?"

Asem. Asem emang.

Tolonglah bu, udah gue harus ke hajatan Kana yang mau NIKAHAN, nanti ngeliatin temen-temen Kana yang pada bawa pasangan pula. Gue udah merasa cukup sakit karenanya. Dan ibu malah mempertanyakan hal yang menurut gue di luar nalar. Iyalah di luar nalar. Seorang Sena membawa pacar? Mustahil.

Gue menggeleng halus ke arah ibu yang wajahnya harap-harap cemas, kayak lagi nungguin kocokan arisan.

"Belum, bu, kayaknya."balas gue.

Ibu langsung mengangguk. Padahal gue tahu kalau ibu pasti mengharapkan gue bawa pacar.

"Sekali aja kamu bawa cowok, Sen."

"Kalau cowok mah sering, bu. Entog, ibu anggap apa?"

Kasihan emang Si Entog, di mana-mana gak diaku.

"Yah, kan, dia temen kata kamu. Kamu gak ada niatan buat pacaran sama Entog, gitu?"

"WEISSS, KALEM BU. Entog gak cocok dipacarin sama Sena, bu. Dia terlalu jayus. Yang lain aja."

"Ya, siapa? Kapan? Kamu tuh, ya. Gak ada gitu perasaan sedih belum pernah pacaran? Gak apa-apa kalau kamu pacaran, asal langsung nikah nantinya. Malah ngekhayal terus pacaran sama orang Korea atau orang Amerika. Sekalinya orang Indonesia kamu ngayalnya artis ganteng."

Gue lalu menurunkan pandangan gue. Emang bener sih, apa yang ibu bilang. Gue terlalu banyak berkhayal. Tapi, kan, daripada gue nembak cowok, mending mengkhayal.

"Ya, iya, bu. Nanti juga pacar aku datang ke sini. Kalem aja,"

Ibu pun menghembuskan nafas lemas. Ia menepuk pundak gue. Tatapannya begitu  menyentuh hati karena ia nampaknya sudah sangat kelelahan. Gue lalu menampakkan senyuman, memberinya semangat. Gue tahu, ibu mungkin kecewa lihat gue yang kisah percintaannya garing kayak mulut orang yang kekurangan gibah.

Abah Dosen [COMPLETED] | TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang