Beli rumah di samping sawah
Rumahnya rumah yang sederhana
Mau membangun rumah itu bersama, kuli?Beri tanggapan dong! Semoga kalian suka eps kali ini, selamat membaca o.o
{°°°}Gue membolak-balikkan plastik klip berisi obat itu. Walaupun dilihat berapa kali pun, sesuai pengalaman gue yang sering melihat obat, ini memang obat psikotropik. Obat penenang. Tapi gue jangan memberikan kesimpulan yang cepat. Handphone segera gue buka. Gue mencari bentuk dan merk yang sama dari obat itu di internet, untuk memastikan.
Dan hasilnya memang benar, sama dengan perkiraan gue.
Kepala gue langsung dikelilingi banyak pertanyaan. Ini obat ditebus dengan resep, berarti legal. Apakah Pak Davin memang sakit? Apakah trauma yang dikatakan Bu Ika itu masih mempengaruhi beliau? Apakah trauma itu membuat beliau menjadi seperti ini?
Seketika gue merasa dada gue sesak, sakit, entah mengapa. Gue menyesal telah berperilaku tak sopan pada Pak Davin. Setelah dipikir kembali, gue sadar kalau kelakuan gue itu gak ada akhlaknya. Seharusnya gue bersikap baik pada beliau. Dan mulai saat ini, gue harus bersikap baik pada beliau.
"Hey!"
PLAKK!!
Sebuah tangan menepuk bahu gue dengan cukup keras. Hal itu membuat tangan gue reflek menggenggam tangan itu. Tubuh gue segera berbalik. Dan tangan yang lain, langsung memasukkan obat itu pada saku rok gue.Gue membuang nafas lemas setelah mengetahui sosok yang berhasil mengejutkan gue itu. Tangan gue segera melepas cengkeraman. Bibir gue ditarik untuk mencairkan keadaan. Gue tahu, Geri pasti sangat terkejut saat mendapatkan perlakuan seperti itu dari gue.
"Maaf,"ujar gue dengan sungguh-sungguh.
Geri hanya tertawa kecil sambil mengusap tangannya yang tadi gue cengkeram.
Seolah sudah sepakat, gue dan Geri langsung membuka kaki kami. Kami berjalan beriringan menuju kampus yang letaknya cukup dekat. Gue masih menutup mulut gue. Bukan karena canggung, bukan. Tapi karena pikiran gue masih berpacu pada barang yang ada di dalam saku rok gue.
"Kenapa gak pernah bawa motor lagi?"tanya Geri tiba-tiba. Gue langsung melebarkan senyuman.
"Motor gue masih di rumah Kana. Selain itu, Kana masih di Jakarta. Gue juga males kalau harus nerobos ke rumah orang gitu aja."balas gue. Geri langsung mengangguk tanda faham.
Kami kembali membuka langkah kami. Sepanjang perjalanan, gue hanya melamun dan menjawab pertanyaan Geri dengan singkat. Mungkin hal itu membuat orang ini bingung sehingga ia mulai mengurangi ketertarikannya pada obrolan kami. Entah mengapa, gue tidak perduli akan hal itu. Kepala gue hanya fokus pada satu hal, Pak Davin.
"Ger."ujar gue tiba-tiba.
"Iya?"tanyanya seolah berharap gue memulai obrolan sejak tadi.
"Udah sampai kelas aja."balas gue lagi. Anehnya, tanpa senyuman.
Geri segera menarik pundak gue saat hampir saja kaki gue memasuki kelas. Mata gue langsung menatap Geri dengan lambat. Bahkan mungkin saat ini mata gue tengah sayu. Tapi satu hal yang membuat gue bertahan untuk tetap menghadap kepadanya adalah, tatapan Geri. Dia menatap gue dengan serius, tidak seperti biasanya.
"Gue ada salah sama lo?"tanya Geri tiba-tiba. Oalah, ternyata dia merasa bersalah. Lucu banget, kayak pelawak.
"Enggak sama sekali. Gue cuma lagi fokus ke satu hal."balas gue ringan sambil mencoba memberikan senyuman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Abah Dosen [COMPLETED] | TAMAT
Romance(Sudah tamat, kayak hubungan lu ama dia v:) Coba buka ratingnya! BUKA JUGA NOVEL AKU YANG BARU DI AKUNKU ^3^ SINOPSIS : Gue, tidak pernah mengalami cinta monyet. Karena gue tahu, gue masih berstatus MANUSIA. Tapi kalau cinta manusia, ya, gue juga t...