Bagian 33-Begini Lebih Baik, Kan?

909 82 0
                                    

Berakit-rakit ke hulu,
Berenang-renang ke tepian,
Capai sumpah.

IG : LULU_RIZKISAL.ICE
Happy reading guys
{°°°}

"Makasih banyak, bu. Maaf, merepotkan. Hati-hati di jalan."ucap gue saat memasukkan beberapa barang milik mama Adinda ke dalam bagasi taksi.

"Harusnya mama yang bilang makasih sama Sena dan Geri. Kalian sangat membantu. Kemarin, kalau kalian gak menginap, mama gak tahu harus minta tolong siapa. Adinda juga, malah gak mau pulang sekarang. Dia rajin kerja."balas mama Adinda. Beliau pun mulai memasuki taksi bersama saudara Adinda.

Setelah semuanya selesai, pintu taksi lalu ditutup. Tak lama kendaraan umum itu melaju dengan halus. Bannya berputar, membawa mama Adinda menjauh dari rumah sakit. Kemudian, mulai memasuki hiruk pikuk jalanan. Berbaur dengan para pengendara lain lalu menghilang. Bertepatan dengan itu, kami membuka langkah meninggalkan tempat ini bersamaan.

Kemarin, kami benar-benar menginap di rumah sakit. Entah bagaimana caranya, tapi Adinda berhasil membuat kami seolah memang keluarga dari dia. Gue tidur, wajar. Banyak ranjang kosong yang bisa gue jadikan tempat istirahat. Masalah baju, gampang. Gue hanya mandi tanpa mengganti. Tapi, bukan cuma gue. Geri juga. Dia malah ikut-ikutan menginap dan harus tidur di suatu tempat bersama ayah Adinda. Sungguh lucu.

Seolah tunawisma, kami menghafal di  berbagai bagian rumah sakit kemarin. Karena kalau di kamar takut membuat mama Adinda sadar kami kuliah, akhirnya kami menghafal di luar kamar. Namun, kami sedikit kebingungan saat mencari tempat itu
. Di tangga, diusir. Ke koridor, gelap kayak hati dia. Ke atap, takut disangka sudah bosan hidup. Akhirnya semalaman kami menghafal di taman dengan penuh tawa.

"Ke mall, yuk!"ajak Geri saat kami berjalan di trotoar.

Anak sultan, memang. Kebiasaan ke mall. Kalau gue yang ajak, pasti ngajaknya ke warteg, biar wareg.

"Mau ngapain?"balas Adinda yang jiwa hematnya udah kecium.

"Beli baju sama sarapan."

Enteng sekali anda berbicara seperti itu. Orang gila juga berpikir dua kali kalau mau belanja ke mall TANPA bawa uang lebih. Eh, tunggu. Dia anak sultan, jadi gue tarik kembali kata-kata gue. Kelakuannya wajar.

{°°°}

"Bagus, bagus!"teriak gue dan Adinda saat Geri memilih sebuah sweater berwarna hijau.

"Yang ini satu, mbak. Yang ini satu, yang ini satu."ujar anak sultan itu sambil memberikan baju miliknya dan juga milik kami.

"Totalnya jadi tuuuuuutttttt."

Apa? Harganya parah! Bahkan, terlalu mahal hingga gak lulus sensor. Gue dan Adinda hanya melongok sambil menampung para enzim yang terkejut. Mulut kami yang sudah mirip waduk itu sulit untuk ditutup. Bayangkan, teman-teman! Harganya sampai tuuut gitu.

Yang membuat gue dan Adinda semakin tidak tahan menahan derasnya enzim adalah, Geri membayarnya dengan suka cita. Tanpa nego, tanpa berpikir dua kali. Dia benar-benar membayarnya. Yang parah, paling parah, uang itu tunai kawan. Gue heran. Apa karena tasnya hanya berisi uang sehingga Geri kesulitan dalam mengisi soal ujian? Iyalah! Orang di tasnya duit semua! Mau menghafal apa dia?

Abah Dosen [COMPLETED] | TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang