Bagian 41-Hah, Iya.

938 72 0
                                    

Ku berlari kau terdiam.
Ayo buruan! Yang lain udah sampai FINISH!

IG : LULU_RIZKISAL.ICE
Happy reading guys
{°°°}

Gue duduk di halte bis bersama Entog di samping gue. Tangan kami tak henti menekan tombol yang disediakan di layar sentuh handphone kami. Ya, gue baru saja mengunduh game online yang sudah sekitar dua tahun tidak gue mainkan. Tahu, Mobel Legen? Nah, itu adalah game favorit gue. Namun, berhubung gue kuliah, gue jadi jarang memainkannya. Dan sekarang adalah waktunya gue main sampai puas.

"Lo belok kanan gue bilang!"teriak gue saat Entog malah ngekor pemain gue gak tentu.

"Gak! Cewek itu jalan tengah aja!"balasnya sok mimpin.

Gue menginjak kaki Entog dengan cukup keras.
"Itu ada bocil lo serang!"ujar gue tak karuan.

Dengan segera Entog membalas injakan kaki gue dengan sedikit tendangan balas dendam.

"Makanya jangan pakai hero itu! Tante kok dijadiin hero!"

"Biarin! Dari pada om-om yang cuma muter gak jelas waktu nyerang."

Kami terus melanjutkan aksi saling mengunggulkan tokoh yang kami gunakan. Tak sadar kalau beberapa orang tengah menghindari kami karena terlalu ribut. Oh, ya, gue memang tidak bersama Geri dan Adinda. Malas. Mereka tengah berbunga-bunga sekarang ini dan itu membuat gue berasa jadi kambing conge.

Walau pun berkali-kali gue tanya mengenai hubungan mereka, tidak ada yang mengaku. Mereka bilang, 'Lho, mana mungkin, Sen. Kita gak akan pacaran, lah'. Tapi, dari pandangan dan perilaku mereka, gue gak yakin kalau ucapan mereka bener.

TRINGG!!
Suara telepon datang saat kami tengah asyik bermain. Gue mengecek handphone gue. Huh, untung bukan ke gue. Tapi, sialnya, ternyata Entog yang menerima panggilan itu.

"Siapa, sih! Ganggu orang lagi main aja!"teriak Entog dengan emosi tinggi. Saat ini, dia sudah mati dalam game karena panggilan itu mengganggu.

"Angkat makanya! Dikit lagi menang ini."

"Idih! Ganggu banget!"balasnya. Walaupun mengumpat, anak itu tetap mengangkat teleponnya.

Entog berbicara dengan orang itu. Dia sedikit mengatur nada suaranya. Wah, gue tahu. Dia pasti tengah berbicara dengan orang yang jabatannya lebih tinggi dari dia. Dasar Entog, beneran bermuka dua? Bagus, deh. Gue jadi gak usah mencarikan spion wajah buat anak ini.

Entog lalu mengakhiri obrolannya. Dia sempat menggosok wajahnya dengan kuat. Entah hidung sudah tumpul atau apa, namun Entog melakukan hal itu dengan cukup lama. Wah, hidungnya mulai tajam.

"Kenapa?"tanya gue dingin.

"Minggu ini gue disuruh ke acara nikahan. Nyanyi. Tapi yang nikahnya pengen gue diiringi gitar doang. Aneh, gak, sih?"

Gue memajukan bibir gue.
"Ya udah, gue temenin. Biar gue yang main gitar. Nanti kita latihan. Masih lama ini, kan. Entar gue bawa Cheetah di kos-an."balas gue. Entog pun mengangguk bahagia.

{°°°}

Gue memarkirkan Baby Cheetah di pekarangan rumah Bu Ika. Ya, gue tahu gue tak tahu malu. Sudah minggat tiba-tiba datang tanpa diundang. Tapi, gue sudah terlalu lama menyimpan Cheetah di tempat ini. Gue tidak bisa tidur nyenyak saat Cheetah tidak di samping gue. Walau pun kalau sudah merem gue tidak ingat apa-apa, gue tetap menghargai Cheetah.

Abah Dosen [COMPLETED] | TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang