Bagian 9-Suasana Baru

1.3K 118 1
                                    

Hai, para pembaca. Terima kasih atas semua waktu yang kalian luangkan untuk novel ini. Saya tahu ini garing, tapi saya akan terus mencoba menyuguhkan cerita terbaik untuk kalian.
Klik bintangnya, ya.
Selamat membaca.
{°°°}

Udah tiga hari lamanya gue menetap di kos-an Adinda. Tempat ini memang adem dan menenangkan jiwa. Tetangga kami yang kebanyakan pulang malem membuat siang hari gue dan Adinda jadi lebih baik. Ibu dan bapak kos yang gue panggil Bu Ika dan Pak Aka, juga baik. Mereka bahkan mempersilahkan kami untuk menggunakan dapur mereka sebebasnya. Wah, baik emang.

Hari ini, Adinda kayaknya pulang malam. Dia ada kerjaan tambahan dan itu membuat gue sendirian di kamar kos. Alhasil, gue pun turun tangga dan memasuki rumah Bu Ika. Pintu yang selalu terbuka itu menampilkan seorang wanita tua yang tengah menjahit pakaian. Gue lalu tersenyum dan mulai mendekati beliau.

"Ijin masuk, ya, bu."ujar gue. Bu Ika lalu menampakkan senyuman dan mengangguk. "Ada yang perlu dibantu, bu?"

"Oh, enggak ada, Sen. Ini juga udah beres, kok. Kamu gak ada kuliah atau kerja?"tanyanya.

Gue menggelengkan kepala gue.
"Gak ada, bu. Kuliah udah beres. Hari ini emang jam kerja, sih. Tapi target minggu ini udah dapet. Mau santai dulu sebentar."

Bu Ika lalu menganggukkan kepalanya. Ia memutar benang dan membuat simpul tali mati agar jahitannya tidak mudah lepas. Setelah itu, gue mengambil baju yang baru aja selesai dijahit. Gue melipatnya dan menaruhnya di meja.

"Kamu itu pekerja keras. Baik, kayak anak saya."

Gue lalu mengerutkan alis gue. Oh, iya, kayaknya gue belum pernah lihat anak Bu Ika.

"Ibu punya anak berapa?"tanya gue mulai memasuki percakapan.

"Ada dua. Yang pertama cewek yang kedua cowok. Tapi yang cowok lebih nurut. Kamu tahu perusahaan yang ada di dekat tempat kamu kerja?"

Gue lalu mengingat-ingat tempat itu. Ya, gue tahu. Itu adalah sebuah pabrik sepatu milik orang Indonesia yang udah mendunia. Bahannya bagus dan selalu menggunakan motif khas Indonesia. Gue tahu karena setiap gue ngasih laporan, Perusahaan itu selalu gue lalui.

"Tahu, bu. Kenapa, ya?" Gue berhati-hati ketika mengatakan hal itu. Gimana kalau ternyata anak Bu Ika adalah satpam perusahaan itu? Kan, gue jadi gak enak nantinya.

"Nah, anak saya yang cowok yang mendirikannya. Memang sih perusahaannya gak sebesar yang lain. Tapi, dia bilang cukup untuk membuka lapangan kerja."

WAW! Ternyata yang punya perusahaan adalah anak dari orang di hadapan gue. Wah, beruntung banget. Selain itu, niat satpam, eh, pemilik perusahaan ternyata ingin membuka lapangan kerja. Sungguh mulia ia, mengingat tingkat pengangguran di Indonesia lumayan tinggi.

"Dia itu anaknya baik banget. Tapi trauma sama cewek."

"Kok bisa, bu? Ceweknya kanibal?" Lah, gue ngomong apaan, sih?

"Bukan. Dia trauma sama kakaknya sendiri."balas Bu Ika.

Tatapan mata Bu Ika mulai sayu. Sepertinya ia merasa sakit jika mengingat hal itu. Makanya, gue lebih memilih untuk bersedia mendengarkan curhatannya. Selain kepo, gue juga mau tahu apa yang terjadi dengan anak cowoknya itu. Eh, sama aja, ya?

Abah Dosen [COMPLETED] | TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang