Bagian 39-Apa Lagi?!

921 70 2
                                    

Aku tengah kehabisan kata-kata, karena diskonnya cuma sampai pagi tadi.

IG : LULU_RIZKISAL.ICE
Happy reading guys
{°°°}

"KATA IBU JUGA JANGAN GANGGU KUCING TETANGGA SEBELAH! KAMU JADI KESIANGAN! MANA BELUM MANDI!"teriak ibu di pagi hari saat gue kepergok bersiap pergi sekitar pukul tujuh.

"Iya, bu, iya. Sena mau mandi ini juga."balas gue.

Gue lalu berjalan ke arah ke kamar mandi dengan gontai. Masih pagi, di hari pertama kuliah semester dua, gue malah kena marah. Gue anggap ini bukan pertanda bahwa seharian ini gue akan kena semprot orang. Tapi, sudahlah. Lebih baik kalau gue langsung membersihkan tubuh di kamar mandi.

"AWAS! KEBELET!"teriak adik gue yang nyebelinnya minta ampun.

BRUK!!
Pintu kamar mandi di tutup dengan begitu cepat. Gue yang hanya berada beberapa centi di depan pintu itu, harus mengusap hidung gue. Ya, ujung hidung gue yang sedikit mancung ini harus tergesek pintu. Gue kesal bukan main. Kenapa dari tadi dia tidak ke kamar mandi? Kenapa harus pas gue telat pergi!

"CEPATAN LO! KELUAR GAK?!"teriak gue sambil mengetuk pintu kamar mandi.

"TANGGUNG! LAGI DIGANTUNG!"balas adik laki-laki gue itu.

"JOROK LO, BANG! CEPETAN!"

"BERISIK!"teriak ayah gue. Dengan segera gue mematung.

Beliau mendekati gue yang berdiri menunduk. Gue takut kalau beliau sudah marah. Sangat takut. Karenanya gue hanya terdiam sambil mencuri pandang ke arah jam. Haduh, sudah siang. Bisa bahaya kalau misalnya gue telat lagi. Dan ini pula, ayah kenapa marah, sih?

Sekarang ayah sudah ada di hadapan gue. Gue semakin salah tingkah, takut kalau tiba-tiba beliau mengamuk. Seolah seorang penyelamat, ibu tiba-tiba berjalan melewati kami. Gue menatapnya dengan serius, berusaha meminta tolong untuk dikeluarkan dari situasi panas ini. Namun, ibu malah tidak peka. Beliau berjalan begitu saja melewati kami. Huh, ibu.

"HEH!"teriak ayah gue. Gue hanya menunduk karena takut.

"CEPETAN DI KAMAR MANDINYA! IEU BEUTEUNG GEUS MERE KODE!"

Heh, bapak sama anak sama aja.

{°°°}

Gue mencium tangan ibu dan ayah. Setelah itu, gue menghampiri adik gue dan memaksanya mencium tangan gue.

"Sena pergi dulu. Assalamualaikum."ujar gue sambil mengumpulkan makanan berupa roti dan beberapa gorengan.

"Waalaikumsalam, hati-hati!"balas mereka bersamaan.

Gue lalu menaiki motor Entog. Ya, Entog. Dia sudah datang sepagi ini. Memang gue yang menyuruhnya kemari. Namun, karena Entog akan mengambil beberapa barang miliknya di dekat tempat gue tinggal, gue jadi berniat nebeng. Sebenarnya, Entog menyuruh gue mengambil barang itu. Akan tetapi, gue masih belum ada kendaraan. Terpaksa dia harus datang sendiri ke sini, dengan terburu-terburu, dan tanpa sarapan.

Motor sudah memasuki jalanan. Kami melewati banyak sekali rumah dengan kecepatan tetap. Namun, ada satu hal yang aneh. Motor Entog ini malah melewati rumah temannya itu. Gue mengerutkan alis gue saat Entog tidak ingat akan barang titipannya. Dia pikun, atau emang lupa?

"KELEWATAN ITU!"teriak gue.

"TAHU!"balas Entog. Gue semakin mengerutkan alis gue. "LO TELAT! LAGIAN BARANGNYA GAK BENERAN ADA KOK!"

"Gak ada gimana?"

"GUE CUMA MAU KETEMU SAMA LO! UDAH JANGAN BANYAK TANYA! GUE LAPAR!"

Gue lalu memajukan mulut gue. Dengan perlahan, gue masukkan roti yang gue bawa tadi ke dalam mulut Entog. Motor sport-nya yang baru dibeli beberapa saat yang lalu, membuat tempat duduk gue lebih tinggi. Hal itu cukup memudahkan tangan gue mencapai mulutnya. Entog menutup kaca helm-nya setiap kali ia mengunyah. Lalu, ia membukanya lagi saat perut kecil itu berteriak kembali.

Abah Dosen [COMPLETED] | TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang