Bagian 18-Serius ORANGNYA

1.2K 137 5
                                    

Hai, readers! Bagaimana ceritanya? Seru, garing, atau seru dan garing? Terus baca sampai akhir cerita, ya! Vote, comment, dan jaga kesehatan. Perbanyak ibadah.
Selamat membaca.
{°°°}

(Yang 50 vote itu, aku agak sedih sih gak secepat yang aku kira 😥.  But, it's OK! Aku ingin cepat menyelesaikan novel ini jadi, selamat membaca guys 😃😃🤣)

"Duduk. Perintah dari ibu saya kamu harus makan bareng saya."

Ya, yang berkata demikian tidak jauh adalah Pak Davin. Dengan terpaksa gue lalu memaksakan tulang duduk gue untuk menempel pada kursi. Walaupun sempat terangkat beberapa kali karena gak mau duduk, namun dengan sogokan cubitan akhirnya gue bisa duduk. Di hadapan seorang pria yang seolah berpipi bintik guna sasaran untuk gue melepaskan ketapel Angry Birds di sana, gue menghela nafas panjang.

Karena gue mengurungkan niat untuk melakban mulut Pak Aka, terpaksa gue harus nurut sama beliau. Dan tangan gue ini masih geli, belum marah-marah. Gue suka penasaran kalau gak marah dekat Pak Davin. Awalnya gue berniat jadiin telur dadar itu masker di wajahnya, tapi gak jadi. Selain gak sopan, wajah Pak Davin takutnya akan terlihat enak dan gue makan. Bahaya, kan?

"Saya bawa piring dulu, pak."ujar gue setelah sekian lama memendam kata-kata.

"Gak usah,"balasnya ringan. Gue lalu mengerutkan alis gue. Apa gue akan disuruh makan di lantai dengan keramik sebagai piringnya? "Kamu makan satu piring aja sama saya. Hemat air hemat sabun, gak usah banyak cucian."

Gue melongo. Apa? Makan satu piring dengan Pak Davin? Mana kenyang!

"Saya gak akan mulai makan kalau kamu belum ngambil sendok bersih itu. Ayo, makan. Saya gak rabies kok."

Tapi, walaupun Pak Davin gak rabies, gue masih aja takut. Masa iya gue harus makan dalam satu piring yang sama dengan beliau? Kalau misalnya dia berniat balas dendam ke gue gimana. Eh, jangan suudzon. Kali aja dia mau tumpahin sepiring sarapan itu ke baju gue buat balas dendam Thai Tea Taro-nya. Jangan suudzon.

Gue lalu mulai menatap makanan di hadapan gue. Enak, emang kelihatan enak. Gue udah ngiler pengen memasukkan makanan itu ke dalam mulut gue. Tapi, Pak Davin!

"Mau saya suapi aja?"tanyanya dengan lembut.

Hah? Disuapi? Gue berasa jadi bayi kalau disuapi. Lagian suap itu haram, kan?

"Gak usah, pak. Saya bisa sendiri."tolak gue dengan lembut.

"Kamu tahu?"ujar Pak Davin berhasil membuat gue menatap ke arahnya.

"Kenapa, pak?"tanya gue penasaran. Wah, mau ngegosip nih kayaknya.

"Mulut saya besar. Bisa masuk tiga jari. Mulut kamu sebesar itu, gak?"

Mendengar Pak Davin berkata seperti itu membuat gue berpikir, sepertinya beliau tengah mengejek gue. Gue tahu mulut gue gak besar, cuma tebel tapi gak lebar. Tapi, dia begitu sombongnya sama mulut yang besar. Dasar manusia.

Dengan bodohnya, gue memasukkan tiga jari gue ke dalam mulut. Ternyata gak sesulit dugaan. Mulut gue terbuka lebar. Karena merasa menang, gue pun mengeluarkan ketiga jari gue dari dalam mulut. Gue mengangkat alis gue pada Pak Davin sebagai tanda gue juga bisa.

HAP!
Apa ini? Tiba-tiba ada sesuap nasi masuk ke dalam mulut gue. Lantas gue kaget sehingga gigi gue langsung mengunyah makanan itu. Enak! Tapi tunggu, tunggu dulu. Apa baru saja Pak Davin menyuapi gue?

Abah Dosen [COMPLETED] | TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang