Bagian 35-Kisah Cinta Itu Rumit

970 84 0
                                    

Menyusun kisah cinta itu rumit. Terkadang menerima, terkadang berlinang air mata. Terkadang hati pun sulit diajak bekerjasama, karena tak faham apa arti dari cinta. Lalu aku harus bagaimana? Terdiam dan meratapi nasib diri bersama malam?
Memangnya siapa malam?

IG : LULU_RIZKISAL.ICE
Happy reading guys
{°°°}

Gue sengaja mengirimkan pesan sesingkat-singkatnya pada Adinda. Ya, semua tahu kalau sekarang pulsa lebih mahal dari kuota. Oleh karena itu, gue menggunakan kata-kata yang disingkat, padat, walau kejelasannya belum tentu bisa didapat. Ah, entahlah. Dari pada bersiap untuk membeli pulsa, lebih baik bersiap untuk ke pelaminan dengan dirinya. Eh, maksudnya bersiap untuk memasuki kosan yang sudah ada di depan mata.

Gue membuang nafas dengan kasar setelah mengumpulkan para Pikemon. Tidak, bukan. Hal ini lebih sulit dari mengumpulkan bola Pikemon. Ini bahkan menguras lebih banyak tenaga. Tenaga gue, pikiran gue, dan perasaan gue. Tekad yang gue kumpulkan serasa sulit bergumul. Sesulit itukah memasuki kos-an yang biasa ini?

Akhirnya dengan bertetes-tetes keringat dingin, gue pun memasuki halaman depan rumah itu. Gue mempersiapkan diri kalau-kalau ada hal mengejutkan yang terjadi. Bak kata pepatah, sedia payung sebelum hujan. Sedia uang sebelum jajan. Maka dari itu, lebih baik gue bersiap dulu, kan, sebelum berhadapan dengan Pak Davin.

Dan benar saja. Baru selangkah gue menancapkan kaki di sana, angin tornado datang menghampiri. Gempa bumi yang hanya terjadi di rumah itu, begitu bergetar hebat. Angin puyuh datang bersama burung-burungnya sekalian. Tidak tanggung, badai es ikut menerjang.

Gue berpegang teguh pada pagar rumah. Kaki gue bahkan berusaha untuk masuk ke tanah, agar gue lebih tahan berdiri di sana. Mata gue menyipit di dalam pusaran angin itu, mencari sumber dari semua. Dan akhirnya, gue tahu apa yang mengakibatkan banyaknya terjangan pada diri gue. Apalagi kalau bukan, Pak Davin yang tengah tertawa lepas.

Biar bagaimana pun, gue harus masuk ke sana. Maghrib sudah kirim pesan ke gue berkali-kali, meminta agar gue segera masuk karena ia akan ganti shift. Mau tidak mau gue harus mengeluarkan jurus andalan gue yang dipelajari di salah satu film Pombop. Apalagi kalau bukan, jurus meniup gelembung.

Gue bulatkan mulut gue, memasukkan semua macam peristiwa alam itu. Berkali-kali mereka masuk ke dalam mulut gue dan lenyap, seolah debu yang baru saja dilap. Tangan gue berpegangan pada pagar dengan lebih erat. Dan akhirnya, kekacauan itu musnah seketika. Menyisakan gue yang melangkah menuju rumah.

"Assalamualaikum,"ujar gue saat pintu rumah sudah berada di depan mata.

"Haha, iya. Jadi, lah pasti. Masa aku gak ke sana. Oke, aku akan lebih sering ke sana, ya. Jangan khawatir. Oh, enggak kok aku masih milik Nana sepenuhnya. Iya, aku juga berharap begitu-"

Asem, woy! Kenapa percakapannya gitu banget, sih? Dia bikin bulu ketek gue berdiri tak karuan. Bahkan, wajah gue mulai menyeringai, menarikkan hidung ke tempat mata berada dan menarik bibir ke tempat hidung berada. Aneh. Kalau Pak Davin ngobrol selayaknya anak muda itu aneh. Sama seperti melihat kura-kura berumur ratusan tahun tapi jago breakdance. Aneh.

Gue mulai memasuki rumah itu dengan hati-hati. Kalau Pak Davin asyik sendiri, gue harus masuk tanpa diketahui. Lebih baik jika Pak Davin tidak sadar kalau gue kembali. Kaki gue pun dijinjit agar tidak menimbulkan kesan JENG JENG! Gue bahkan melangkah dengan perlahan.

Pak Davin tengah duduk di kursi tamu menghadap ke jendela. Kamar gue memang agak jauh, besar kemungkinan tidak akan dilihat Pak Davin. Karenanya gue berjalan dengan semakin cepat saat kamar sudah ada di hadapan mata. Bu Ika Pak Aka kayaknya pergi. Aman tingkat buyut komodo, nih.

Abah Dosen [COMPLETED] | TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang