Bagian 29-Hari Esok

1K 81 0
                                    

Naik becak sama mantan
Pulangnya minta balikan
Terima jangan?

IG : LULU_RIZKISAL.ICE
Ada bebek lagi buka dompet, cepat cek jangan cuma pas kepepet.
Vote, comment & follow akwoh guys.
Happy reading!
{°°°}

Sudah berhari-hari Pak Davin selalu pulang malam. Setelah mengantar gue ke kampus, beliau selalu pergi ke suatu tempat. Bahkan, sudah beberapa pertemuan di mata kuliahnya, beliau malah absen. Terkadang memberi tugas terkadang berganti jam. Setelah itu, beliau datang menjemput gue. Ketika kami sampai di rumah, barulah beliau kembali pergi.

Bukan hanya Pak Davin, namun Bu Ika dan Pak Aka pun sempat pulang larut beberapa kali. Mereka nampak berbincang di mobil setiap sebelum berangkat. Gue pernah hendak bertanya, namun gue tak pernah benar-benar menanyakannya. Pikiran gue terus berputar, tak henti memikirkan mereka. Terutama Pak Davin.

Kenapa bisa?

Belakangan, gue sering melihat Pak Davin sembab. Bahkan kadang menangis di dalam mobil. Kalau hal itu terjadi, Pak Aka yang datang dan menenangkan. Bu Ika yang menyuguhkan teh untuk menghangatkan. Gue tidak tahu, apakah pemikiran gue benar atau salah. Tapi, gue takut kalau memang benar. Pak Davin stress atau depresi. Itu yang gue takutkan.

Malam ini pun sama. Bukan cuma tukang mie tektek yang suaranya kayak putu saja yang gak ada, namun Pak Davin juga. Setelah mengantar gue, beliau langsung pamit. Gue yakinnya beliau menemui Dokter Dimas. Bukan yakin, hanya berharap. Kalau beliau bertemu Divana lope lope itu, entah bagaimana nasib gue. Sudah jomlo, kena harapan palsu pula.

Entahlah. Mereka sama-sama berinisial D dan sama-sama penting bagai intan. Gak kayak gue yang cuma butiran serbuk di sela-sela plastik bumbu mie instan. Ya, gue gak penting. Karena gue bukan prioritas. Gue gak penting. Karena gue bukan kartu ATM, uang, atau bank. Iyalah gue bukan bank. Kalau gue bank, cowok dong!

Karena gue merasa bahan cekcok-an gue berkurang, gue berniat untuk melakukan kegiatan lain. Setiap malam, gue selalu membuat teh hangat. Setelahnya, gue membawa Cheetah dan teh itu keluar untuk memandang langit malam bersama-sama. Walaupun gue gak tahu di mana letak mata Cheetah, namun gue yakin kalau matanya bukan senar yang sering gue petik. Dan di malam ini, kami memandang langit di kursi depan, di mana para jomlo biasa duduk di sana sendirian.

Sambil menunggu tukang mie tektek yang suaranya kayak putu datang, gue mengambil handphone yang tengah bergetar. Getarannya membuat tubuh gue serasa diajak goyang. Maka dari itu, sebelum gue Goyang Palu Thor, lebih baik gue membuka benda itu. Alhasil, nampak sebuah nama yang memanggil gue lewat video call. Siapa lagi kalau bukan, Adinda.

"Kenapa?"tanya gue sambil menyeruput teh hangat gue.

"Ih, bukannya Assalamualaikum, malah langsung nanya. Gak tahan pengen dilamar, ya?"balasnya.

Ih, apa pula manusia yang satu ini? Maksudnya Adinda ini apa, sih? Heran. Baru aja memulai obrolan selama beberapa detik, tapi alurnya udah buyatak. Kata-katanya udah kayak nelepon tanpa pulsa aja. Gak nyambung!

"Apaan, sih?"balas gue. Seadanya.

Kami pun mulai mengobrol. Ya, obrolan seperti biasa, lah. Menanyakan kabar mama Adinda. Bercanda. Dan satu hal yang pasti beberapa orang pernah lakukan, gibah. Tapi maaf, kami tidak gibah manusia. Kami gibahin hewan.

"Gue bilang juga apa. Anaknya yang kuning itu karena Si Putih nikah sama Kocheng Oren. Udah ketebak, sih."ujar gue saat kami membicarakan kucing yang sering berkeliaran di kampus.

"Selingkuh dong!"balas Adinda. Semakin hangat gosip kami ini. "Soalnya kemarin gue lihat dia dikejar Si Hitam, kucing preman itu."

"Bukan Si Hitam, tapi yang anggora abu itu, lho. Punya anaknya Pak RT kalau gak salah."

Abah Dosen [COMPLETED] | TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang