bab 8

8 3 3
                                    

Aku pulang kerumah dijemput oleh Ayah. Sampai rumah, cuci kaki, lalu masuk kamar seperti biasanya. Aku mencoba belajar, membaca-baca dan mengulangi pelajaran.

Aku mencoba fokus, tapi suara di luar kamar begitu berisik. Ayah dan Ibuku bertengkar lagi. Aku sudah terbiasa, tapi ini tetap saja menyebalkan. Mereka tidak pernah kehabisan topik untuk bertengkar. Sedangkan aku? Hanya mendengar, tapi ikut merasakan.

Aku mengambil earphone-ku, menancapkannya kelubang handphone, memasang di kedua telingaku, dan menyetel lagu paling keras. Aku selalu berupaya berbagai macam cara supaya tidak mendengar mereka bertengkar. Yang paling aku benci adalah ketika mereka bertengkar sampai masuk kamarku.
Aku tidak segan-segan berteriak,
"Keluar! Aku ingin belajar!" Semacam itu. Ya harus begitu, kalau tidak, ya akan selalu seperti itu.

Hidupku tidak semudah yang dilihat oleh teman-temanku. Berkali-kali temanku berkata, "Lo pinter, ber-talenta, banyak duit, imut juga, hidup lo kurang apasih? Lo coba lihat hidup gue." Mereka hanya melihat apa yang mereka lihat bukan? Aku tidak memaksa mereka untuk merasa apa yang aku rasa, tapi tolong bisakah jangan merendahkan hidup orang lain juga?

Jujur aku benci dengan orang seperti itu. Minta dikasihani, tapi tidak bisa menghargai keadaan orang lain seperti apa. Mereka kira semua masalah dihidup ini hanya dia yang punya? That's a shit.

Aku benci dikasihani—makanya aku selalu bersikap baik-baik saja. Aku jujur itu. Aku hanya ingin orang lain tidak sembarang menilaiku. Karena aku juga manusia.

Hari-hariku setelah itu berjalan seperti biasa. Setelah itu kita melakukan banyak ujian kenaikan semester.

Dan tiba di bulan Desember. Bulan yang ditunggu seluruh murid kelas 9 di SMP-ku. Kenapa ditunggu-tunggu? Karena bulan ini kita ada liburan ke Malang. Itu menyenangkan sekali—untuk mereka, bukan untukku.

Ini menyebalkan sekali. Aku tidak punya banyak teman. Hanya Jessi dan Via, sedangkan Via tidak ikut karena ada acara keluarga, Naura? Jangan tanya dia. Mungkin dia sudah lupa denganku—bercanda. Sedangkan Tisa dan Fina sudah bersama teman lamanya.

"Jadi kita sekamar sama siapa nanti,Jes? Ber-enam lho," tanyaku pada Jessi.

"Yaudah lah ajak aja si Sena sama Lena, tadi si Rina sama Vion ngajak bareng juga kok" bujuknya.

"Yaudah lah," jawabku lega.

Ya, aku dapat teman. Tapi tetap saja ketika jalan-jalan disana, aku hanya berdua dengan Jessi. Tapi tidap apa-apa lah.

Hari keberangkatan sebentar lagi akan tiba. Aku bersama teman-teman sekamarku nanti mulai sering ngobrol bersama.

Aku senang karena belakangan ini aku mulai bisa melupakannya.

\(○^ω^○)/

Terima kasih  yang sudah membaca!

Maaf bab ini terlalu pendek :")

Hopeless [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang