bab 43

4 2 2
                                    

Sudah hampir 6 bulan semenjak perpindahanku. Pria itu sering menghubungiku walaupun tidak sesering saat awal kami berpisah. Jujur saja, aku dan dia bukanlah orang yang suka chat-an. Rasanya sulit saja mencari topik yang seru jika di chat.

Liburan akhir semester sudah mau diadakan. Aku berpikir untuk pulang ke negeri lamaku hanya untuk bertemu dengannya. Aku percaya, selagi aku berusaha, aku tidak akan dijauhkan lagi dengannya.

Aku tidak boleh kehilangan malaikatku, bukan?

Berkali-kali aku meminta izin kepada Ibu dan Ayah. Selalu ditolak, tapi aku tidak menyerah. Hari ini, aku mencoba meminta izin saat makan malam.

"Yah, Bu, aku boleh liburan ke negeri lamaku?" tanyaku sambil merajuk.

"Kamu dari kemarin minta kesana mulu, emang kenapa sih?" tanya Ayahku.

"Ingin bertemu teman."

"Siapa?" tanya Ibu.

"D-Devan. Dia teman sekampusku, dia banyak membantuku. Plis ya..."

Ayah dan Ibu saling pandang satu sama lain seperti sedang merundingkan sesuatu lewat tatapan.

"Sebenarnya Ibu ga suka kamu kesana cuma karena seorang cowok, tapi karena dia udah bantu banyak...yaudahlah."

"Serius boleh?" tanyaku antusias.

"Ayah kasih waktu 3 hari aja."

Aku mengangguk. Tidak apa-apa sebentar. Setidaknya aku bisa bertemu dengannya. Aku berencana untuk berangkat 3 hari lagi. Malam ini, aku akan mengabari Devan.

                       Devan

Devan.

Iya, kenapa Dhira?

Kamu mau tahu sesuatu?

Apa?

Liburan kali ini, aku boleh pergi ke negaramu.

Serius, Ra? Kapan? Aku pasti nunggu kamu Ra.

3 hari lagi aku berangkat ya.

Aku jemput ya?

Boleh.

Nanti kita jalan-jalan di tempat yang baru dibangun, Ra, indah sekali.

Siap!

Untuk memikirkannya saja aku tidak sabar. Walaupun susah di awalnya, aku tidak menyangka bahwa aku bisa bertemu Devan lagi. Bahkan di waktu yang lumayan dekat.

Mulai malam ini, aku sibuk packing. Masukkan barang-barang yang ingin aku bawa kedalam koper. Sedaritadi, tak henti-hentinya aku tersenyum. Ternyata Tuhan masih baik sama aku. Tuhan mengizinkanku untuk bertemunya lagi. Tuhan sangat mengerti perasaanku. Aku tidak peduli setelah ini, orangtuaku akan sebal denganku atau tidak—karena itu tidak menutupi rasa senangku.

Aku mengambil Pingku di kasurku. Menciumnya berkali-kali.

"Aku senang sekali Pingku, aku boleh bertemu dengan pemilikmu, malaikat yang menjabat sebagai pangeranku. Mungkin kali ini berharap tidak ada salahnyakan, Pingku?"

Aku tahu Pingku tidak bisa berbicara, tapi aku yakin sebenarnya dia mengangguk kegirangan—ya, mungkin aku sudah gila.

Aku menuju jendela di kamarku. Berniat untuk berbisik kepada bintang-bintang. Malam ini cerah, tapi aku hanya melihat satu bulan dan satu bintang. Mereka terlihat serasi sekali. Pasti mereka memang sudah ditakdirkan bersama.

Kehidupanku disini persis sekali saat SMA dulu. Bedanya, hanya aku tidak punya teman dekat seperti Rendi. Ada beberapa yang jadi temanku disini, dan ternyata memang orang-orang disini tidak seburuk yang aku pikirkan. Mereka menyenangkan, walau masih tidak bisa aku ajak bertukar pikiran.

Hidup baruku tidak semenyedihkan yang aku pikirkan.

Hopeless [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang