Berhari-hari aku tidak memperhatikan keberadaannya—aku tak peduli juga dia ada dimana. Benar-benar bukan urusanku lagi. Aku selalu memperlihatkan wajahku yang cuek lagi—tidak peduli orang-orang akan berkata apa.
Aku kembali mengubur harapan apapun dalam-dalam. Walau dalam lubuk hati aku tak pernah bisa melupakan pria itu. Aku menyukainya sejak 4 tahun yang lalu, jadi bagaimana aku bisa langsung melupakannya dalam sekejap? Bahkan saat berpisah bertahun-tahun hatiku masih ada di dia.
Aku beruntung saat membentak Devan beberapa hari yang lalu Alexithymiaku tidak terlalu parah—walau aku hanya bisa mengungkapkan sedikit. Aku tidak suka menangis dan dilihat banyak orang. Itu yang membuatku menyesal hampir menangis di depan Devan hari itu. Aku selalu merutuki diriku yang terlihat lemah di depannya.
Sore ini aku sudah berada di apart. Aku membersihkan tubuhku, lalu tidur-tiduran di kasur kesayanganku. Aku menarik Pingku yang menunggu di pojok kamar. Aku mengelus-elusnya, dan tanganku mengenai sesuatu yang kasar—yang jelas bukan bulunya. Ada resleting tersembuyi disitu, aku baru menyadarinya setelah cukup lama.
Aku membukanya. Tidak aku sangka, ada kertas di dalamnya. Kali ini bukan note, tapi sebuah surat. Isinya:
Untuk Dhira Samantha.
Kapanpun kamu sedih, kamu bisa melihat surat ini. Percayalah bahwa harapan bisa membuatmu sembuh dari penyakitmu, walau kadang harus membuatmu sakit terlebih dahulu. Memaafkan apa yang tidak bisa kamu maafkan juga bisa jadi, menjadi hal terbaik, tapi aku tahu itu akan sangat sulit untukmu. Percayalah bahwa kamu akan bahagia, jika tidak hari ini pasti besok, jika tidak besok pasti lusa, jika tidak lusa pasti seterusnya. Jangan lupa tersenyum untuk kapanpun ya, Tuan Putri. Aku tidak tahu kapan kamu akan membuka surat ini, karena saat aku membeli boneka ini, aku juga tidak sadar jika ada resletingnya ahaha.
Tertanda
Devan Ardlo.
Tanpa sadar aku membanting surat itu ke kasur. Aku menutup mulutku sangking terkejutnya. Mataku tak henti-hentinya menatap surat itu, menatap Pingku, menatap semua note itu, lalu kembali menatap surat itu lagi dan seterusnya aku selalu mengulanginya. Jadi selama ini yang mengirim semua note itu Devan? Kenapa aku sebodoh itu sampai tidak sadar?
Aku menjambak-jambak rambutku sendiri, dan juga menghentak-hentakan kakiku ke kasur. Aku geregetan dengan diriku yang terlalu cuek dan bodoh ini. Lantas perasaan khawatir mendatangiku. Belakangan ini Devan tidak terlihat di kampus. Bahkan beberapa mahasiswa terdengar membicarakannya namun aku tidak peduli.
Aku dengan gelagapan beranjak dari kasur, mengambil handphoneku yang tergeletak di meja belajar. Mencari kontak Devan, berusaha menelponnya berkali-kali. Sampai akhirnya aku pasrah dan men-chatnya.
Devan
Devan!!!
Devan tolong angkat!
Devan
Pliss
P
P
P
Kamu dimana, Devan?
Tolong kirim lokasi
Aku ingin bicara
DevanAku pasrah karena tidak mendapat jawaban dari Devan. Aku hanya takut dia kenapa-napa. Aku hanya ingin bertemu dengannya memastikan keadaannya lalu pulang tanpa berusaha untuk mengulang semuanya kembali.
Aku membenamkan wajahku di kasur. Berkali-kali menatap handphone. Setelah 2 jam, sebuah notif muncul.
Devan
* mengirim lokasi *
KAMU SEDANG MEMBACA
Hopeless [Completed]
RomanceNamaku Dhira Samantha. Banyak orang mengira hidupku baik-baik saja, nyatanya tidak. Hidupku penuh pahit, bukan karena memang semenyedihkan itu, tapi karena Tuhan tidak pernah mengizinkanku untuk mengungkapkan apa yang aku rasakan. Aku bersemayan di...