bab 49

6 2 2
                                    

Aku berhenti, dan berusaha mengatur napasku, lalu melanjutkan, "Aku hanya minta sekali saja seumur hidupku. Keinginan yang aku inginkan dari kecil. Aku ingin kalian memelukku sambil mengatakan kalian sayang padaku. Hanya itu saja."

Mereka diam mendengarkanku, tanpa mencoba berbicara apapun.

"Aku ingin disini. Bersama orang yang selalu menganggapku ada. Apa kalian pernah sadar seberapa takut aku jika kalian berpisah? Seberapa sulit aku menginjakkan kaki ke sekolah sedangkan pikiranku di rumah? Seberapa aku berusaha tetap bahagia ketika mendengar kalian bertengkar? Kalian lupa ada aku. Kalian tidak tahu sulitnya jadi aku yang tidak bisa ikut campur, tapi ikut merasakan. Bahkan sendirian!"

Tangisanku pecah. Aku bersandar di dinding belakangku—tidak ada tenaga lagi. Semua pikiran yang aku pendam bertahun-tahun akhirnya keluar. Aku berusaha menegakkan tubuhku, menghapus air mataku, dan berbicara pada mereka, "Aku minta maaf. Aku ingin disini sebentar." Lalu aku pergi tanpa peduli apa yang akan mereka katakan.

Mereka memang tidak pernah menyakitiku secara fisik, tapi jujur, perlahan-lahan mentalku hancur. Seberapa lelah aku mendengarkan mereka bertengkar selama bertahun-tahun. Bahkan saat sedang di luar negeri, mereka masih saja bertengkar. Cih- aku benar-benar terlihat seperti anak durhaka saat ini.

Aku berjalan cepat di lorong rumah sakit menuju kamar Devan di rawat. Mataku masih sembab—bengkak di kelopak bawah mataku, bisa menjelaskannya— dengan wajah yang menyeramkan. Beberapa orang memperhatikanku, tapi aku tidak peduli.

Aku membuka pintu kamarnya. Tidak ada orang. Aku langsung berhambur memeluk Devan—menangis di dada bidangnya. Aku berharap Devan bangun dan mengelus kepala atau punggungku, tapi itu tidak mungkin. Matanya masih tertutup rapat tanpa bisa diganggu gugat.

Aku mendongak memperhatikan wajahnya. Wajah polos yang biasanya tersenyum manis ini, sangat pucat.

"Devan, bangun," lirihku.

"Ayo kita jalan-jalan, lihat dunia luar, melukis bersama seperti yang kamu suka."

"Kamu harus tanggung jawab! Aku sudah sebegitu menyayangimu."

Aku memeluknya lagi, bersama dengan bunyi mesin EKG dan juga detak jam dinding ikut mengiringi.

Ckreet...

Suara pintu dibuka membuatku mengalihkan perhatian. Segera aku menoleh ke arah suara itu. Rendi masuk dan berdeham pelan. Tapi dia tidak sendiri, dia mengajak seorang perempuan.

"Hai, Dhira, aku Yuna."

Aku hanya mengangguk pelan dan melambaikan tangan canggung. Aku kenal dia, dia adik kelasku saat SMA—seseorang yang sering diceritakan Rendi. Dia juga sahabat masa kecil Devan. Cewek itu menaruh bucket isi buah-buahan di meja, lalu berjalan mendekati Devan.

Aku memberi jalan untuk cewek itu, dan memilih berdiri di samping Rendi, lalu tiba-tiba Rendi berbisik, "Lo habis nangis, Ra?"

Aku langsung buru-buru menghapus air mataku untuk memberi jawaban padanya bahwa aku sudah baik-baik saja. Aku mendengar cewek itu berbicara pada Devan, "Devan, cepat sembuh. Aku dan Rendi selalu mengharapkan kesembuhanmu, sahabatku. Jangan buat aku menangisimu seperti aku menangisi Nathan," ucapnya sambil mengelus dahi Devan.

"Na," panggil Rendi.

"Iya Rendi, sudah kok," ucapnya sambil menoleh dan tersenyum manis.

Jika boleh jujur, cewek ini manis sekali. Ada yang berbeda ketika tadi dia tersenyum. Seakan senyumnya membuat siapapun yang melihatnya menoleh. Aku baru menyadarinya sekarang. Mungkin karena dulu aku tidak pernah memedulikannya.

Dia kembali berdiri di samping Rendi. "Dhira," panggil wanita itu lembut.

"Aku tidak begitu memahami hubunganmu dengan Devan, tapi aku tahu bahwa Devan sangat menyayangimu. Dia teman sahabat terbaikku, Dhira. Tolong jaga dia baik-baik," ucapnya lembut.

Aku mengangguk, tersenyum ke arahnya. Sungguh aku iri dengan wanita ini. Suara dan wajahnya sama lembutnya. Aku yakin jika Rendi akhirnya jatuh cinta dengan wanita ini.

Mereka akhirnya meninggalkanku sendirian lagi. Sekarang aku sadar, banyak dari masa lalu Devan yang aku tidak tahu. Aku tersenyum kecut.

Tapi aku sudah bisa sebegitu mencintainya.

Hopeless [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang