bab 13

7 3 4
                                    

Aku menggeleng. "Tapi ya ga mungkin gue bisa berharap apapun, toh juga sebentar lagi mau lulus dan gue dengar rumor katanya dia mau pindah jauh."

"Yah sedih banget si lo, Ra. Tapi jujur, baru kali ini lo suka seseorang setulus ini. Gue bisa lihat," ucap Tika.

"Gue emang ga berharap apa-apa sih. Intinya, gue cuma pengen suka sama dia," ucapku.

"Ya yaudah lah, emang udah takdirnya kita berdua jadi sad girl," ucap Bina pasrah.

Kami melanjutkan makan. Toko ini memang tempat makan favorit kami. Kita dekat sejak SD, dan pergi bersama mereka berdua adalah hal paling menyenangkan bagiku. Bersama Bina yang cerewet, dan Tika yang tidak henti-hentinya melontarkan guyonan. Sayangnya aku hanya satu sekolah bersama Bina, tidak bersama Tika. Liburanku menyenangkan karena mereka.

🔰🔰

Hari ini sudah saatnya masuk sekolah lagi. Aku melangkah gontai menuju kelasku. Aku tak siap karena semester dua ini akan semakin banyak ulangan menuju UN. Aku masuk ke kelas dengan wajah ditekuk. Apalagi melihat Jessi duduk di tempat yang jauh dari teman-teman membuatku semakin kesal saja.

"Kok disini sih, Jes?"

"Pada ngacak, dan yang ada tinggal disini, yaudah. Lagi lo dateng lama," jawabnya ketus.

"Yaudah lah," ucapku pasrah. Melemparkan tasku keatas meja, lalu menjadikannya bantalan untuk tidur.

Aku tertidur sampai guru masuk ke kelas, mengucapkan salam, dan duduk di kursinya.

"Ra! Ra!" Jessi berusaha membangunkanku, tapi terlambat.

"Dhiraaaa!!!!! Masih pagi sudah tidur, kamu mau belajar apa tidur sih?!" Teriak guru Bahasa Inggrisku itu.

Aku terlonjak kaget. Mataku merah, rambutku berantakan. Terlihat begitu menyedihkan.

"Cepat cuci muka sana!" perintahnya.

Aku beranjak keluar kelas. Aku melirik, melihat beberapa teman menertawakanku. Menyebalkan! Tapi, aku senang karena ada waktu keluar kelas. Aku memperlambat langkahku—sengaja, ingin menikmati angin.

Tiba-tiba seseorang menegurku. Aku tau dia pasti habis jajan dari kantin. "Heh! Ngapain lo?" tanya Bina.

"Mau dugem," jawabku lemas.

"Pasti lo habis tidur, terus diusir buat cuci muka?" tanyanya sudah bisa menebak kondisiku. "Gimana kalau kita bolos ke kantin aja?"

"Kalau ga disuruh guru buat cuci muka, gue mau, tapi kalau sekarang, yang ada balik-balik ke kelas, gue udah disuruh ke BK," jawabku menolak.

"Yaudah deh, serah lo," ucapnya, lalu meninggalkan aku.

Aku ke toilet, mencuci wajahku dengan air. Aku melihat kaca, memandangi wajahku. Pagi-pagi udah bikin malu aja sih, Ra, ucapku dalam hati sendiri.

Tapi waktu aku tertidur tadi, samar-samar aku mendengar suara Devan di sampingku. Apa Devan duduk sampingku? Aku bergegas kembali ke kelas untuk memastikan.

Aku benar, Devan duduk di sampingku—tepatnya duduk di samping, tapi beda barisan, kami hanya terpisah jalan kecil.

Aku memperhatikannya ketika ingin duduk. Dia tidak memedulikanku. Ah ya sudah, tidak ada yang berubah jika dia memedulikanku juga.

Hopeless [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang